REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemerintah dinilai kurang bijak dalam pelaksanaan Undang Undang Desa. Salah satunya lemah dalam melaksanakan fungsi pembinaan terhadap desa, dalam penggunaan alokasi Dana Desa.
Hal ini ditegaskan Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Akhmad Muqowam di sela pembukaan Festival Dana Desa Kabupaten Semarang Tahun 2017, di alaun alun Bung Karno, Kalirejo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (28/12).
Menurut Muqowam, untuk melihat pelaksanaan dana desa, jangan hanya menyoal masalah kebocoran saja. Sesuai laporan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, memang ada 203 desa yang dalam pelaksanaan penggunaan dana desa-nya masih belum benar.
Ini, kata dia, bisa karena pelanggaran dan juga bisa karena ketidaktahuan. Tapi, 203 dibandingkan dengan 74.974 desa, disebutnya, masih terlalu kecil. Tapi kalau dilihat hari ini, jika dibandingkan dengan yang sudah benar persentasenya terlalu kecil. "Persentase yang kecil ini jangan dijadikan pintu masuk untuk melihat penggunaan dana desa. Seperti kita kalau melihat kurangnya, semua memiliki kekurangan," ungkapnya.
Semestinya, kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, pusat (Pemerintah) juga harus tahu bagaimana melaksanakan Undang-Undang Desa secara benar. Misalnya dari asas rekognisi.
Demikian halnya asas subsidiaritas, yakni sebuah eksplorasi dari nilai- nilai budaya desa, di mana desa diberikan kewenangan untuk mengurus sendiri dana desa untuk apa. Sehingga intervensi itua dalah pada pedoman atau peraturan dan bukan pada keputusan.
"Contohnya, adalah ketika peraturan desa yang mengharuskan (memprioritaskan) BUMDes, harus bendungan, dan seterusnya apalagi. Jadi, tidak ada kata-kata keharusan dalam Dana desa itu," katanya.
Oleh karena itu, ucap dia, biarkan desa itu hidup sesuai dengan kulturnya sendiri. Karena, di sana juga muncul musyawarahdesa. "Ruang kreasi, ruang idealisme, ruang apresiasi, ruang kedudukan masyarakat dan ruang demokrasi itu harus dibuka, bukan kemudia di-top down," ujarnya.
Sehingga jangan hanya melihat permasalahan di desa, di Pusat juga banyak masalah. Masalah banyak di Pusat, mengapa dana desa kemudian dikurangi. "Kenapa yang katanya 2018 ini Rp 80 triliun nyatanya kurang, Tanya Pusat itu," tegasnya.
Terkait hal ini, dia pun melihat Pemerintah lemah dalam melaksanakan fungsi pembinaan. Di dalam Undang-Undang Desa, pembinaan itu diutamakan. Adapun fungsi polisi, fungsi kejaksaan hanya fungsi pengawasan.
Bupati Semarang, Mundjirin mengapresiasi kegiatan Festival Dana Desa yang digelar oleh Hamong Projo (paguyuban kepala desa) di daerahnya. Menurut bupati, ini bagian dari pertanggungjawaban kepada publik atas pemanfaatan Dana Desa yang telah dikucurkan pemerintah selama ini.