Kamis 28 Dec 2017 17:33 WIB

KPK: OTT Lebih Sulit dari Pengembangan Kasus

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers di  Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis capaian pengungkapan kasus sepanjang 2017. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengungkapkan, dari banyaknya kasus yang ditangani KPK, OTT merupakan pengungkapan yang paling sulit dan kompleks.

"Sebenarnya melakukan OTT itu lebih sulit dan berisiko tinggi dibanding building case atau pengembangan kasus," ujar Saut kepada Republika.co.id, Kamis (28/12).

Saut menjelaskan, dalam OTT seringkali banyak hal yang harus dilakukan dalam batas waktu 24 jam. Sehingga banyak sekali element yang akan terlibat di dalamnya, penyidik, penuntut, pengamanan , serta unit-unit lain di KPK termasuk menyiapkan ruang tahanan.

"Jadi banyak yang terdadak dalam tempo 24 jam (dan) kita harus bereskan," katanya.

Belum lagi terang Saut, tidak sedikit juga ada hal-hal yang sering kali di luar kendali KPK. Namun karena KPK yakin bahwa ada tindak pidana korupsi di dalamnya, maka KPK harus bisa membuktikan OTT tersebut.

"Tapi sekali lagi karena kita yakin ada peristiwa pidana didalamnya maka kita harus kerja kan itu barang OTT," ujarnya lagi.

Dalam pengembangan kasusnya masih menurut Saut, memang banyak yang tertunda. Namun Saut pastikan bahwa tertunda bukan berarti tidak dituntaskan hingga akhir.

Saut pastikan setiap kasus yang disingkap oleh KPK akan dikejar hingga ke akar-akarnya. Misalnya saja kasus mega korupsi KTP elektronik dan BLBI. "Buktinya kasus KTP-el, BLBI, Garuda, dan lain-lain, kasus besar itu kan hasil building case yang kita kerjakan," jelasnya.

Kasus-kasus yang tertunda terang Saut, akan cepat diselesaikan asalkan ada penambahan jumlah pegawai KPK. Saut juga berjanji siap membersihkan Indonesia dari pidana-pidana korupsi yang merajalela jika ada penambahan pegawai KPK.

"Jadi persoalannya sederhana saja, kasih saja KPK 8000 sampai dengan 20 ribu pegawai biar kita lebih bersihkan negeri ini," tegasnya.

Sebab saat ini jumlah pegawai KPK masih kurang dari 100 orang. Sehingga dengan jumlah yang lebih banyak harapannya kasus-kasus pelik korupsi bisa segera ditangani dengan cepat.

Sebelumnya, aktivis HAM Hariz Azhar menilai jika KPK hanya berani menangkap kepala daerah-daerah saja bukan membongkar kejahatan korupsinya. Harusnya menurut Haris, KPK mampu mengungkapkan rangkaian kasus korupsi bukan hanya mengandalkan OTT.

"Pimpinan KPK hobi OTT, cari kehebohan, bukan level membongkar. Padahal kalau dilihat rangkaian korupsi hari ini harusnya KPK membongkar bukan mengandalkan OTT," ujar Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement