REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi menyerahkan pengelolaan dan operasional enam unit sirene tsunami kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Barat. Alih kelola dilakukan agar nantinya perintah evakuasi bisa segera dilakukan oleh Pemprov, bila memang ditengarai akan terjadi tsunami. Selama ini perumusan evakuasi masih harus terpecah antara BMKG selaku pemberi peringatan dan Pemda sebagai pihak yang berwenang memerintahkan evakuasi.
Keenam sirene tsunami yang bakal dikelola oleh Pemprov Sumbar terletak di Kabupaten Pesisir Selatan, Padangpariaman, Agam, Pasaman Barat, Kota Padang, dan Pariaman. Sebagai langkah awal, akan diberikan masa transisi selama setahun ke depan di mana teknisi sirene tsunami akan disediakan oleh BMKG. Tahun berikutnya, Pemprov Sumbar secera penuh bakal mengelola keenam sirene tsunami termasuk perawatan rutin yang harus dilakukan. Sebagai operator sekaligus pihak yang berwenang menerbitkan perintah evakuasi, diharapkan proses warning dan evakuasi tsunami bisa lebih cepat bila memang dibutuhkan.
Kepala BMKG Pusat Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa Sumbar dipilih sebagai daerah perdana yang menerima pengelolaan sirene tsunami lantaran dinilai paling siap. Sumbar, menurut BMKG, dianggap memiliki kesiapan yang cukup untuk mengelola sirene tsunami termasuk soal Sumber Daya Manusia (SDM) dan penganggaran untuk perawatan sirene. Tak hanya itu, Sumbar juga dianggap cukup berpengalaman dalam menjalankan manajemen kebencanaan.
Setelah Sumbar, BMKG akan menyerahkan pengelolaan sirene tsunami yang sudah terpasang di Aceh dan Bali. Alih kelola 54 unit sirene tsunami di seluruh Indonesia akan diperluas di daerah-daerah lainnya secara bertahap.
"Tapi kenapa tidak BMKG pusat saja yang kelola sirene? Karena yang paling tahu kondisi masyarakat di sini ya Pemda sendiri," ujar Dwikorita saat penyerahan sirene di UPT BNPB, Rabu (27/12).
Bila perkara pengelolaan sudah diserahkan sepenuhnya kepada Pemprov, artinya tanggung jawab perawatan juga sepenuhnya beralih kepada Pemprov Sumbar. Padahal, biaya perawatan per unit sirene tsunami tembus Rp 50 juta per tahunnya. Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menegaskan, pihaknya secara penuh tanggung jawab akan mengelola dan mengoperasikan seluruh sirene tsunami yang ada. Perkara dana, menurutnya, Pemprov Sumbar sudah menganggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Yang mahal kan alatnya saja, masa memeliharanya enggak bisa?' ujar Irwan.