Senin 25 Dec 2017 08:36 WIB

Pembodohan Sejarah dan Klaim Belanda Jajah Indonesia 350 Tahun

Pangeran Diponegoro naik kuda, mengenakan jubah da surban, ketika beristirahat bersama pasukannay di tepisan sungai Progo, pada penghujung tahun 1830.
Foto: KTLV
Pangeran Diponegoro naik kuda, mengenakan jubah da surban, ketika beristirahat bersama pasukannay di tepisan sungai Progo, pada penghujung tahun 1830.

Oleh: Batara R Hutagalung, Peneliti Sejarah.

Selama puluhan tahun.seluruh rakyat Indonesia di sekolah membaca buku-buku Sejarah Nusantara, yang memuat data-data yang salah, berorientasi ke barat dan bahkan banyak yang masih merupakan peninggalan penjajah atau dari sudut pandang penjajah.

Demikian juga dengan 'Sejarah Indonesia', yang tidak memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Namun bukan hanya karena penulisan sejarah saja yang salah, melainkan pengetahuan dan pemahaman mengenai sejarah juga  sangat minim dan salah.

Belanda menjajah Indonesia 3,5 abad. Jepang menjajah Indonesia 3,5 tahun. Demikianlah pendapat hampir seluruh rakyat Indonesia hingga kini. Yang sehubungan dengan masa penjajahan Belanda 3,5 abad, tidak pernah dijelaskan secara rinci, kapan dimulainya penjajahan Belanda di Indonesia, dan kapan berakhirnya.

Yang berpendapat bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun  tidak terbatas pada rakyat biasa, bahkan beberapa (mungkin semua) menteri dan paar elit pemimpin negara ini sekalipun sampai sekarang masih berpendapat seperti ini, sebagaimana diucapkan oleh Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu beberapa waktu lalu, dan Menteri ESDM, Sudirman Said, ketika meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Bantul pada 4 Mei 2015.Tidak tertutup kemungkinan, bahwa semua pimpinan nasional- berpendapat seperti ini.

Adalah Bonifacius Cornelis de Jonge, yang menjadi Gubernur Jenderal India-Belanda ke 63, dari tanggal 12 September1931 sampai 16 September1936, yang tahun 1935 mengatakan:

”Als ik met nationalisten praat, begin ik altijd met de zin: Wij Nederlanders zijn hier al 300 jaar geweest en we zullen nóg minstens 300 jaar blijven. Daarna kunnen we praten.” (Apabila saya berbicara dengan para nasionalis , saya selalu memulai dengan kalimat: Kami Belanda telah di sini 300 tahun dan kami bahkan akan tinggal paling sedikit 300 tahun lagi. Kemudian kita bisa bicara).

Di Belanda dikenal kata-kata bijak, yaitu: “Hoogmoed komt voor de val” (Keangkuhan datang menjelang kejatuhan). Gubernur Jenderal berikutnya, ke 64, JonkheerAlidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer 1936 – 9.3.1942, adalah penguasa Belanda terakhir di India Belanda. Setelah menyerahnya pemerintah India Belanda kepada Jepang pada 9 Maret 1942, dia semula dibawa ke Taiwan, kemudia ditahan di Kamp di Hsien (sekarang bernama Liaoyuan) di Mancuria, sampai dibebaskan pada 16 Agustus 1945, setelah Jepang menyerah kepada sekutu.

Tidak diketahui dengan pasti, kapan kalimat Bonifacius de Jonge tersebut mulai digunakan oleh para pemimpin Indonesia, sebagai slogan yang konon untuk membangkitkan emosi, kemarahan dan semangat rakyat Indonesia. Juga tidak diketahui, siapa yang memulai dengan angka 350 tahun. Bagaimana perhitungannya.

Sampai awal abad 20 Belanda belum sepenuhnya menguasai seluruh Asia Tenggara/Nusantara. Kesultanan Aceh baru jatuh tahun 1904, Kerajaan Badungdi Bali berakhir dengan Puputan Badung tahun 1906, Kerajaan Batak jatuh tahun 1907 dengan tewasnya Sisingamangaraja XII dan Kerajaan Klungkung di Bali berakhir dengan Puputan Klungkung tahun 1908

Seandainya hal ini benar adanya, yaitu Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, bukankah ini sangat memalukan, bahwa Negara sekecil Belanda dapat menjajah wilayah yang belasan kali lipat dari negaranya, dengan penduduk yang lebih dari 15 kali lipat jumlahnya dari penduduk Belanda? Hal ini sering menjadi olok-olokan di kalangan orang Indonesia sendiri, yang tidak memiliki rasa nasionalisme, atau bahkan mungkin pro Belanda. Dengan demikian, kalimat itu menjadi Bumerang untuk Indonesia.

Jenderal Ryamizard Ryacudu ketika menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), dalam sambutannya pada peringatan Palagan Ambarawa yang diperingati sebagai Hari Juang Kartika TNI AD bulan Desember tahun 2003, salah menyampaikan peristiwa tersebut. Dikatakan a.l., bahwa:”Ketika itu, Presiden Soekarno ditawan, pemerintahan lumpuh, dan Belanda dengan militernya mengancam akan kembali menguasai Indonesia. TNI di bawah pimpinan Jenderal Soedirman menunjukkan eksistensinya secara heroik. Dengan persenjataan sederhana, TNI bersama rakyat mampu memenangi pertempuran untuk menjaga integritas bangsa dan Negara.”

Catatan: Presiden Sukarno ditawan oleh Belanda pada 19 Desember 1948, yaitu ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua, sedangkan peristiwa Palagan Ambarawa terjadi pada bulan Desember 1945, dan pada waktu itu belum TNI, melainkan namanya adalah Tentara Keamanan Rakyat - TKR (kemudian pada 7 Januari 1946 namanya diganti menjadi Tentara Rakyat Indonesia dan pada 3 Juli 1947 menjadi Tentara Nasional Indonesia – TNI, sampai sekarang). Yang dilawan pada bulan Desember 1945 adalah tentara Inggris, bukan tentara Belanda.

Sebagai contoh yang paling fatal karena sangat banyak memuat kesalahan –menurut pendapat saya- adalah buku sejarah KARANGAN I Wayan Badrika Kurikulum 1994 (Edisi kedua): “Sejarah Nasional Indonesia dan Umum” untuk SMU Kelas 2.

Selain menggunakan terminologi dari sudut pandang penjajah, seperti pelaut Inggris “MENEMUKAN” Australia (halaman 22), para penjarah, perampok emas dan pembantai penduduk asli di benua Amerika yang datang dari Spanyol dan Portugal disebut sebagai “PARA PENAKLUK DUNIA BARU”. Kata “PENAKLUK” merupakan terjemahan dari bahasa Spanyol “Conquistador” (halaman 19). “PENEMUAN” Lautan Teduh, Selat Magelhaens dan Tanjung Harapan Baik (Cape of Good Hope) merupakan “KARYA YANG MENGAGUMKAN” (halaman 23).

Padahal Jalan Sutra (Silk Road) perdagangan dari Asia Timur sampai ke Mesir telah berusia 5000 tahun. Di Lembah Bamyn Afghanistan terdapat dua patung Buddha terbesar di dunia, yang sudah berusia 1.500 tahun. Pangeran Siddharta Gautama yang kemudian dikenal sebagai Buddha berasal dari lahir di Lumbini, sekarang termasuk Nepal. Sangat disayangkan, kedua patung Buddha tersebut tahun 2001 dihancurkan oleh Taliban.

Demikian juga jalur laut perdagangan antara Tiongkok sampai ke Mesir, yang tentunya harus melalui Nusantara/Selat Malakka. Para pedagang rempah-rempah telah berdagang sampai ke Maluku, beberapa ratus tahun sebelum datangnya orang-orang Eropa. Jadi APA YANG MENGAGUMKAN DARI ORANG-ORANG YANG RATUSAN TAHUN BELAKANGAN DATANG?

Mengenai alasan Pangeran Diponegroro bangkit melawan Belanda, ditulis “SEBAB-SEBAB KHUSUS”, yaitu “pembuatan jalan melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegal Rejo” (halaman 67). Kalimat ini masih tertera dalam buku I Wayan Badrika berdasarkan Standar Isi 2006 (halaman 166).

“Sebab khusus” yang sama, yaitu “PENYEBAB KHUSUS Perang Diponegoro terjadi tahun 1825, yaitu ketika Belanda hendak membuka jalan baru dari Yogyakarta ke Magelang melalui Tegal Rejo, tempat makam leluhur Pangeran Diponegoro berada”, tetap digunakan dalam buku KARANGAN Samsul Farid, Kurikulum 2013, Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI, halaman 182.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement