REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan, Pangkostrad Letnan Jenderal (Letjen) Edy Rahmayadi tidak bisa maju sebagai calon dalam Pilkada 2018 tanpa izin Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto atas permohonan pensiun dininya. Namun menurutnya, Letjen Edy mempunyai hak yang sama untuk maju dalam Pilkada.
"Secara disiplin militer semestinya kalau Panglima Marsekal Hadi membutuhkan Pak Edy, Pak Edy tidak bisa maju ke pilgub," ujar Andi di Jakarta, Kamis (21/12).
Pangkostrad masih terikat dengan statusnya sebagai perwira aktif, ucap Andi, dan tetap dibutuhkan untuk mengisi jabatan strategis dalam organisasi TNI. Menurutnya, hak sebagai warga negara dengan hak politik dapat berjalan apabila sesuai dengan kebutuhan strategis TNI yang akan diputuskan Panglima.
Terkait etika, Andi menilai Edy pada saat menggunakan haknya sebagai warga negara untuk maju selalu dibarengi dengan kesadaran untuk melakukan pensiun dini. Selain itu, ia menilai tidak terdapat pelanggaran selama Edy tidak menggunakan struktur organisasi serta fasilitas yang ada di Kostrad untuk mulai mencoba menggalang suara di Sumatera Utara.
"Selama Pak Edy tidak menggunakan struktur organisasi di Kostrad, tidak menggunakan fasilitas yang ada di Kostrad untuk mulai mencoba menggalang suara di Sumatera Utara, ya masih bisa ditoleransi," katanya.
Masih terdapat lubang regulasi, menurut Andi, yakni aturan kampanye baru diberlakukan pada saat sesorang resmi menjadi calon dan masa kampanye sudah mulai. "Ini menunjukkan masih ada kelemahan dalam rezim pemilu dan moga-moga bisa ditemukan cara untuk memperbaikinya ke depan," kata Andi.
Panglima TNI Marsekal Hadi membatalkan perintah mutasi oleh Panglima TNI sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo terhadap 16 perwira tinggi TNI, termasuk di dalamnya Edy Rahmayadi.