REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto kembali menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tipokor Jakarta, Rabu (20/12). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari kuasa hukum Novanto.
Dalam eksepsinya, kuasa hukum Novanto mempermasalahkan ihwal uang yang diterima oleh kliennya sebesar 7,3 juta dollar AS dalam mega proyek tersebut. Menurut kuasa hukum Novanto Maqdir Ismail, dalam dua dakwaan sebelumnya hal itu tidak disebut, namun kerugian negara yang tertulis dalam surat dakwaan Novanto masih sama dengan dua dakwaan sebelumnya.
"Seharusnya, jika 7,3 juta dollar AS itu benar, nilai kerugian negara ikut bertambah. Tapi ini tidak. Nilainya sama dengan perhitungan tahun sebelumnya," ujar Maqdir di dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).
Padahal, kata Maqdir, KPK sudah meminta BPKP mengitung ulang kerugian negara pada (2/11) lalu, namun kerugian negara masih belum berubah. Seharusnya, jika penerimaan uang itu benar, ada pertambahan kerugian negara sampai Rp 94 miliar.
"Yang pasti tidak pernah disebut adanya penerimaan 7,3 juta dollar AS. Hal ini menyimpulkan KPK tidak cermat dalam unsur kerugian negara. Adanya perbedaan membuktikan jumlah kerugian negara menjadi tidak pasti," kata pengacara dalam eksepsi.