Senin 18 Dec 2017 19:43 WIB

PHDI: Perangi Hoaks Pemicu Konflik SARA

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Joko Sadewo
Pimpinan dan anggota Laskar Bali menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Melayu, khususnya Muslim di Riau atas peristiwa yang dialami Ustaz Abdul Somad di Bali beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Pimpinan dan anggota Laskar Bali menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Melayu, khususnya Muslim di Riau atas peristiwa yang dialami Ustaz Abdul Somad di Bali beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali mengajak masyarakat Bali pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk memerangi pemberitaan tidak benar atau hoaks yang dapat memicu konflik SARA di Tanah Air. Pelaku hoaks membuat pemberitaan-pemberitaan provokatif yang akhirnya menyebar di berbagai media sosial.

Ini akhirnya mempertaruhkan kesatuan dan persatuan antarumat beragama yang telah terjalin selama ratusan tahun.

"Ke depannya kita perlu lebih berhati-hati menyimak postingan informasi atau pun postingan berita yang terlihat seperti asli padahal palsu. Lebih baik jika ada informasi ekstrem, tidak buru-buru diviralkan. Lebih baik ditelusuri kebenarannya, cek dan ricek," kata Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora, saat dijumpai Republika di Denpasar, Senin (18/12).

Putu mencontohkan informasi hoaks yang menyebutkan Republika.co.id (ROL), salah satu kantor berita daring nasional, menuliskan berita berjudul "Ternyata Oknum PKI Perjuangan Ingin Mengadu Domba Umat Hindu dengan Umat Islam". Judul berita tersebut menyangkut aksi penolakan safari dakwah Ustaz Abdul Somad di Bali yang sempat terjadi beberapa waktu lalu.

Pelaku hoaks penyebar pesan yang terlanjur viral di tengah masyarakat Bali ini, kata Putu, telah mengganti judul pemberitaan dari sumber aslinya, sehingga terkesan mengadu domba umat Hindu dan Muslim di Bali. PHDI Bali pun telah berkomunikasi langsung dengan perwakilan media Republika dan mengonfirmasi kebenarannya.

"Judul ekstrem seperti yang diviralkan ternyata tidak pernah ada di sumber aslinya. Saya mendapat pesan tersebut dari grup-grup pesan, dan ternyata memang hasil editan. PHDI Bali berharap pihak yang merasa dituduh sebagai 'PKI Perjuangan' telah mengetahui jelas bahwa tuduhan dan pernyataan tersebut sama sekali tidak pernah dipublikasikan di Republika," kata Putu.

Mantan Ketua Bali Corruption Watch (BCW) ini mengatakan informasi dan komentar di media sosial yang bersifat provokatif hendaknya disikapi dengan baik. Itu bisa membenturkan masyarakat beragama di Bali yang kehidupannya selama ini sudah rukun.

"Tentunya ini memerlukan kesabaran, cek dan ricek, serta pikiran positif," ujarnya.

Terkait kedatangan Ustaz Somad, Putu mengatakan masyarakat Bali pada dasarnya sangat menghormati tamu. Tamu yang datang dengan niat baik harus disambut dengan baik pula. Jika ada ganjalan informasi terkait tamu yang akan datang, seperti dugaan latar belakangnya kurang baik, maka perlu ditelusuri kebenarannya.

"Jangankan tokoh agama (yang dalam ceramahnya mengangkat persatuan), pemberontak sekalipun yang ingin kembali bersatu harus dirangkul negara ini. Kita hendaknya menyuarakan pentingnya Pancasila dan NKRI dengan cara-cara yang benar," kata Putu.

Salah satu video Ustaz Somad yang dianggap kontroversial membahas khilafah. Tim pengacara Ustaz Somad sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa video tersebut berlatar belakang acara Hizbut Tahir Indonesia (HTI) pada 2010, sewaktu Ustaz Somad baru pulang dari Maroko.

Ormas HTI pada waktu itu masih legal dan belum dilarang pemerintah. Banyak tokoh hadir di acara tersebut, termasuk tokoh-tokoh masyarakat Riau.

PHDI Bali berharap masalah Ustaz Somad di Bali bisa diselesaikan lewat musyawarah menuju jalan damai. Bila tidak berhasil, maka pengaduan masyarakat yang telah masuk ke ranah hukum dipersilakan untuk ditindaklanjuti penegak hukum atau kepolisian sebagaimana mestinya sesuai dengan pernyataan bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali 14 Desember 2017.

Respons Republika.co.id

Kepala Republika.co.id Elba Damhuri mengajak masyarakat untuk berhati-hati dan cermat dalam menerima informasi yang menjadi viral di grup-grup media sosial. Apa yang terjadi kepada Republika.co.id, kata Elba, membuktikan ada pihak-pihak yang mencoba bermain di air keruh untuk merusak suasana kebangsaan dan keharmonisan yang selama ini tumbuh di Bali.

"Kami sangat menyangkan adanya pihak-pihak yang menggunakan media kami untuk menyebar fitnah dan memperkeruh situasi kondusif di Bali. Kami berharap aparat bisa melacak dan memproses pelaku penyebar fitnah tersebut," kata Elba.

Republika.co.id, jelas Elba, sangat menjaga aturan main jurnalisme, mematuhi UU Pers, dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik. Verifikasi, cek dan ricek, dan cover both side menjadi standar operasional prosedur dasar yang harus dilakukan sebelum menurunkan berita apapun, apalagi terkait isu SARA.

Pada pemberitaan kasus yang menimpa Ustaz Somad, kata Elba, Republika melakukan reportase dan wawancara dari semua pihak yang terkait. "Jurnalis Republika mewawancarai pihak Ustaz Somad, pihak yang keberatan dengan Ustaz Somad, meliput upacara perdamaian yang digelar pihak penolak Ustaz Somad, aparat lepolisian, hingga pihak-pihak yang menjadi penengah seperti PHDI," kata Elba.

Republika, sambung Elba, memuji sikap PHDI yang selama ini telah berperan aktif dalam menciptakan situasi yang sehat pascaperistiwa Ustaz Abdul Somad. "PHDI telah menjadi jembatan yang sangat bagus dalam kasus ustaz Somad ini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement