REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan jika Setya Novanto (Setnov) terus bersikap tertutup di persidangan kasus proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), maka ada dampak hukum yang bisa terjadi kepada dirinya. Selain itu, pengacara Setnov juga bisa dijerat dengan pidana jika terbukti ikut menghalang-halangi proses hukum.
"Perbuatan tersebut dapat dijadikan alasan pemberat dari hukuman yang akan dijatuhkan," ujar Fickar kepada Republika.co.id, Ahad (17/12).
Selain itu, Fickar mengungkapkan, sikap tertutup Novanto juga bisa mengakibatkan kena ancaman penjara yakni minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun. Karena, sikap tertutupnya itu menunjukan upaya menghalang-halangi proses hukum seperti dalam pasal 21 UU Tipikor.
"Sikapnya di ruang sidang dengan tidak menjawab hakim menunjukan upaya-upaya menggagalkan sidang atau obstruction of justice," katanya.
Bahkan, Fickar menambahkan, tidak hanya Novanto yang bisa terkena jeratan pasal 21 tersebut, tapi juga kuasa hukumnya. "Tindakannya diancam pasal 21 UU Tipikor dengan ancaman minimal 3 tahun maksimal 12 tahun. Tidak hanya (SN) Novanto, jika dapat dibuktikan keterlibatan pengacara, juga bisa dikenakan pasal yang sama," ujarnya.
Fickar mengatakan, majelis hakim juga harus tegas dan terus menjalankan persidangan bila Novanto terus melakukan perbuatan yang dengan sengaja menghalang-halangi berlangsungnya persidangan KTP-el. Sebab menurutnya Novanto di sidang yang lalu memang berpura-pura sakit.
Dianggap berpura pura, lanjut Fickar, dengan melihat indikatornya yakni ketika Novanto bisa berkomunikasi dengan dokter di luar sidang pada waktu pemeriksaan dan bisa makan siang dan sebagainya seperti tindakan orang sehat.