REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascamundurnya Setya Novanto dari jabatan ketua umum Partai Golkar dan ditetapkannya ketua umum yang baru, Airlangga Hartarto, Partai Golkar mengalami perbedaan visi dan pendapat di dalam tubuh partai. Dikotomi ini muncul karena adanya pandangan properubahan dan antiperubahan di dalam partai.
Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Zaenal Bintan membenarkan saat ini Partai Golkar mengalami perbedaan pandangan dan pendapat dalam membenahi partai berlambang pohon beringin itu. "Ada dua kubu, kubu yang properubahan yang diwakili Airlangga dkk dan antiperubahan yang diwakili Novanto dkk," ujarnya, dalam forum diskusi Perspektif Indonesia, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/13).
Ia mengatakan, kubu yang sedang berkuasa saat ini adalah kubu antiperubahan. Di mana mereka tak mau adanya perubahan lebih lanjut pascaditetapkannya Airlangga Hartarto menjadi ketua umum Partai Golkar. "Orang yang sedang berkuasa ini tiba-tiba dicabut zona nyamannya, ya melawan lah," katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, saat ini mulai timbul gerakan perlawanan yang ia yakini untuk memperkecil ruang gerak kubu properubahan. Ia mencontohkan, gerakan itu seperti lontaran isu hanya penggantian ketua umum dalam Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) nanti, dan tidak disertai penggantian seluruh kepengurusan partai. "Cukup ambil Novanto-nya dong, kami enggak," ujarnya menirukan.
Ia lalu mengatakan, kedua kubu-ini lah yang nantinya akan bertarung dalam agenda Munaslub yang akan dilaksanakan mulai tanggal 18 hingga 20 Desember mendatang, dengan diawali agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas).
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Andi Harianto Sinulingga, mengatakan, ia akan mendesak agar pada Agenda Munaslub nanti, selain mengganti ketua umum, juga dilakukan penggantian seluruh kepengurusan. Ia menyebutkan beberapa alasan hal itu mesti dilakukan.
"Yang pertama untuk merampingkan kepengurusan. Karena semakin gemuk badan kita semakin tidak sehat kita," ujarnya dalam forum yang sama, Sabtu (16/12). Ia menyebut komposisi kepengurusan Partai Golkar saat ini terlalu banyak, yakni 310 pengurus. Sementara, kata dia, dalam anggaran dasar, kepengurusan disebutkan hanya berjumlah 117 orang pengurus.
Alasan kedua, Andi mengatakan adanya orang-orang yang bermasalah dalam tubuh Partai Golkar yang ia nilai tidak ada penegasan dan keseriusan dari partai untuk dilakukan tindakan. Banyak orang-orang yang bermasalah di kepengurusan Golkar ini. Bahkan ada residivis di kepengurusan Golkar ini, kata dia.