Jumat 15 Dec 2017 18:07 WIB

Ini 4 Tantangan IPB Menurut Rektor Terpilih Baru

Rep: Adinda Pryanka / Red: Maman Sudiaman
Rektor IPB Arif Satria
Foto: dok. Humas IPB
Rektor IPB Arif Satria

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Rektor terpilih Institut Pertanian Bogor (IPB) Periode 2017-2022, Arif Satria, menyebutkan, IPB memiliki empat tantangan besar yang patut diperhatikan. Pertama, era disrupsi serba ketidakpastian, turbulensi dan kompleksitas yang saat ini tengah dihadapi.

Arif menjelaskan, era disrupsi yang distimulasi oleh kemajuan teknologi digital ini menuntut IPB untuk lebih peka terhadap sinyal perubahan. "Baik cara berpikir, budaya kerja, business process maupun organisasi," ujar Arif dalam sambutan pertamanya sebagai rektor di Auditorium Andi Hakim Nasution, IPB Dramaga, Jumat (15/12).

Turbulensi dalam ekonomi, sosial politik dan tingkat kecepatan digital disruption merupakan momentum yang disikapi dan disigapi. Terlebih, tambah Arif, milenial generasi masa kini mempunyai karakter serta tuntutan kebutuhan yang membutuhkan pendekatan serba now.

Arif menyebutkan, tantangan kedua yang dihadapi IPB adalah globalisasi di ranah pendidikan. "Hal ini bermakna, hilangnya semua sekat yang membatasi arus perpindahan apapun, persaingan pendidikan tinggi menjadi semakin terbuka dan semakin ketat," paparnya.

Sebagai knowledge enterprise, IPB tidak hanya dituntut untuk berkompetisi di tingkat lokal, melainkan juga di internasional. Tidak hanya itu, IPB diharapkan mampu berkontribusi dan menjadi solusi permasalahan bangsa.

Tantangan ketiga, status IPB sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). "Kami ingin memastikan berbagai regulasi berkaitan dengan status itu secara clear dan firmed, sehingga memberikan kepastian dan kelincahan ruang gerak untuk IPB, "ucap Arif.

Semakin kompleks permasalahan dan tantangan nasional maupun global di masa mendatang menjadi tantangan berikutnya yang disebut Arif. Termasuk di antaranya yang terkait dengan perubahan struktur demohrafis, di mana bonus demografi akan terjadi. Hal itu bisa dijadikan peluang bagi Indonesia untuk mengatasi krisis regenerasi petani yang terjadi karena menurunnya minat pemuda terhadap isu pertanian. Saat ini, hanya 39 persen anak muda yang minat, katanya.

Krisis tersebut, katanya, sebaiknya tidak lantas dibaca sebagai hambatan, melainkan peluang untuk melakukan penguatan fundamental IPB sebagai knowledge enterprise secara cepat dan tepat. Arif menyebutkan, IPB beruntung karena pondasinya telah kokoh berkat dibangun rektor-rektor terdahulu, termasuk Herry Suhardiyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement