Jumat 15 Dec 2017 05:15 WIB

LBH Masyarakat Apresiasi Putusan MK

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Gedung Mahkamah Konstitusi.
Foto: Dokumentasi Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi dengan nomor perkara 46/PUU-XIV/2016. Pasalnya, MK secara langsung telah menjaga hak atas privasi warga negaranya.

"Melalui putusan ini, MK menegaskan kewenangannya sebagai negative legislator dan tidak bisa menjadi positive legislator sebagaimana dimintakan oleh pemohon. Sejalan dengan itu, MK juga menolak menjadi lembaga yang dapat mengkriminalisasi suatu perbuatan," ungkap Pengacara Publik LBH Masyarakat Naila Rizqi Zakiah melalui keterangan persnya, Kamis (14/12).

Menurut Naila, melalui putusan tersebut, MK secara langsung telah menjaga hak atas privasi warga negaranya. MK juga ia anggap secara langsung tidak menambah overpopulasi penjara, mencegah terjadinya persekusi terhadap kelompok minoritas gender dan perempuan, dan menjauhkan regulasi yang memungkinkan mundurnya kesuksesan intervensi HIV.

"Serta menjaga keberadaan pasal yang melindungi anak-anak dari hubungan seksual yang terjadi karena relasi kuasa dari orang yang lebih dewasa secara usia," lanjut dia.

Dia menyebutkan, permohonan para pemohon terhadap ketiga pasal KUHP itu perlu dicatat sebagai sebuah upaya memundurkan agenda perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Upaya kriminalisasi melalui putusan MK, kata Naila, tidaklah pada tempatnya.

"Menjadikan sebuah aktivitas sebagai sebuah tindak pidana sepatutnya menjadi kewenangan pembuat undang-undang. Hal ini juga berulang kali disebutkan dalam Putusan MK ini," kata dia.

LBH Masyarakat pun berharap, dalam putusan-putusan MK ke depan, MK tetap setia pada perannya sebagai negative legislator. MK juga diharapkan untuk tidak tunduk pada tekanan pihak manapun yang kerap mengatasnamakan moralitas agama.

"Di sisi lain, LBH Masyarakat juga menyesalkan empat Hakim Konstitusi yang melakukan dissenting opinion dalam putusan ini," sambung dia.

Naila menyebutkan, pihaknya menghargai dissenting opinion sebagai sebuah hak Hakim Konstitusi. Tapi, menurut dia, pertimbangan dalam dissenting opinion tersebut tidaklah tepat dan bijak.

Dalam pertimbangannya, ujar Naila, dissenting opinion menyebutkan niat untuk mengkriminalisasi komunitas lesbian gay biselsual dan transgender (LGBT) atas nama moralitas agama. Hal tersebutbia nilai sangat subyektif dan multitafsir.

"Pertimbangan semacam ini, meski hari ini tidak mengubah hukum nasional, dapat berdampak buruk karena menciptakan narasi punitif bagi minoritas seksual," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement