Kamis 14 Dec 2017 21:01 WIB

Ketua KPK: Hakim Kusno Konsisten

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
Hakim Tunggal Kusno saat memimpin sidang pututsan praperadilan Ketua DPR nonaktif Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hakim Tunggal Kusno saat memimpin sidang pututsan praperadilan Ketua DPR nonaktif Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memberikan apresiasi tehadap putusan dariHakim Tunggal Kusno yang menggugurkan praperadilan jilid dua yang diajukan Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto pada Kamis (14/12). Diketahui pada Rabu (13/12) Majelis Hakim Pengadilan Tipikor membuka persidangan perkara korupsi KTP-elektronik dengan agenda pembacaan dakwaan untuk Setya Novanto.

"Hakim tunggal pak Kusno patut diapresiasi," kata Agus kepada Republika, Kamis (14/12).

Menurut Agus, Hakim Tunggal Kusno konsisten menegakkan aturan perundang-undangan. Dalam putusannya,Hakim Tunggal Kusno mengatakan penetapan tersangka terhadap Novanto untuk kedua kalinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinyatakan sah.

Adapun pertimbangan Hakim Kusno menggugurkan praperadilan sesuaiketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang mengatur bahwa dalam suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan perkara mengenai permintaan praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.

"Menimbang bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP telah diperjelas melalui keputusan MK nomor 102/PUU/XIII/2015 yang menyatakan bahwa untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat setelah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan," terang Hakim Kusno.

Ia melanjutkan,menurut mahkamah penegasan inilah yang sebenarnya sesuai dengan hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayata (1) huruf d UU Nomor 8 tahun 1981.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut demi terciptanya kepastian hukum mahkamah perlu memberikan penafsiran mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo yaitu permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement