Senin 11 Dec 2017 10:55 WIB

Dana Desa Persempit Kesenjangan Kawasan

Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menghadiri gelar wicara bertajuk “Membangun Desa, Desa Membangun” di Singaparna, Tasikmalaya.
Foto: Humas Kemendes PDTT
Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menghadiri gelar wicara bertajuk “Membangun Desa, Desa Membangun” di Singaparna, Tasikmalaya.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Capaian dana desa dalam tiga tahun terakhir berhasil mengubah wajah kawasan pedesaan di Indonesia. Program ini diyakini mempersempit kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Pandangan ini mengemuka dalam gelar wicara bertajuk “Membangun Desa, Desa Membangun” di Singaparna, Tasikmalaya, Ahad (10/12). Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, serta staf khusus Kepala Kantor Staf Presiden Noer Fauzi Rachman.

Menteri Eko mengungkapkan, adanya dana desa membuat pola pembangunan kawasan perdesaan berubah dratis. Jika selama ini model pembangunan bersifat top down dari pemerintah pusat, maka dengan alokasi dana desa pemangku kepentingan desa mulai dari kepala desa, aparatur desa hingga warga desa bisa terlibat aktif dalam menentukan arah pembangunan di wilayah masing-masing.

“Pendekatan top down di masa lalu terbukti tidak berhasil membawa perubahan besar dalam pembangunan kawasan perdesaan. Saat ini pendekatan tersebut diubah. Ada komitmen besar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menumbuhkan pembangunan partisipatif dari masyarakat perdesaan melalui dana desa,” ujarnya seperti dalam siaran pers.

Menteri Eko mengatakan banyak sekali capaian dana desa selama tiga tahun terakhir. Dari segi infrastruktur di kawasan perdesaan, telah terbangun 121.709 kilometer jalan desa, 1.960 kilometer jembatan, 41.739 unit sarana irigasi, dan 2.047 unit embung. Dari segi layanan dasar di bidang kesehatan dan pendidikan telah terbangun 13.973 unit Posyandu, 6.041 Poliklinik Desa, 21.357 unit gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), hingga 82.356 unit Mandi Cuci Kakus (MCK).

“Capaian-capaian ini ke depan harus lebih ditingkatkan agar dana desa membawa dampak secara ekonomis. Kami telah mempunyai program prioritas dan program cash for work atau padat karya tunai agar dana desa memberikan dampak berupa peningkatan kesejahteraan warga desa,” sambungnya.

Untuk program padat karya, lanjut Menteri Eko, Surat Keputusan Bersama (SKB) dari empat kementerian yakni Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas sebagai landasan pelaksanaan program akan terbit pekan depan. Dalam SKB 4 menteri tersebut, salah satu titik tekannya adalah larangan pengunaan kontraktor dalam berbagai program pembangunan di kawasan perdesaan. Semua proyek pembangunan harus dilaksanakan secara swakelola sehingga dari tenaga kerja, bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.

“Jadi nanti ada 30 persen dari dana desa tahun 2018 atau sekitar Rp 18 triliun yang digunakan untuk program padat karya. Kami harapkan dana sebesar itu akan menyerap sekitar 5-6,6 juta tenaga kerja. Dengan demikian akan ada peningkatan daya beli hingga hampri Rp 100 triliun di kawasan perdesaan,” katanya.

Menteri Eko menekankan agar para kepala desa dalam melaksanakan dan mengawal proyek padat karya tidak takut dikriminalisasi. Dia menjamin jika kesalahan kepala desa hanya sebatas kesalahan administratif tidak akan ditindaklajuti secara hukum. Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa Kemendes PDTT akan melakukan advokasi atau pendampingan terhadap kesalahan-kesalahan prosedur seperti itu.

“Namun jika ada indikasi korupsi atau secara sengaja melakukan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi maka tidak akan ada ampun untuk diajukan ke aparatur penegak hukum. Masa 'bulan madu' untuk menoleransi tindakan-tindakan yang berindikasi pada penyelewengan dana desa telah selesai,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan, akan membantu proses pengawasan dana desa melalui penyediaan internet di kawasan perdesaan. Menurutnya, dengan semakin besar dana desa dan kompleksnya proses pengawasan dana desa maka dibutuhkan proses otomisasi berbasis digital.

“Saat ini Kominfo terus berusaha menyediakan layanan internet di berbagai kawasan pelosok tanah air melalui penyediaan server di tiap kabupaten. Selain itu juga kami terus melakukan pelatihan terhadap aparatur desa agar melek internet. Jika semua aparatur desa paham penggunaan internet dan ada ketersediaan jaringan maka pelaporan penggunaan dana desa bisa dilakukan secara digital,” katanya.

Dia mengungkapkan, Kemenkominfo melalui Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telokomunikasi dan Informatika (BP3TI) terus mengidentifikasi kawasan-kawasan yang tidak dilirik oleh investor telekomunikasi karena tidak menguntungkan secara bisnis. Di kawasan-kawasan tersebut akan dibangun Base Trensceiver Station (BTS) atau menara seluluer yang menyediakan layanan internet.

“Kami berharap ketersediaan layanan internet ini tidak hanya memudahkan pengawasan dana desa, melainkan juga mendorong pemasaran produk unggulan kawasan perdesaan melalui sarana e-commerce. Pengusaha konveksi dari Tasikmalaya ini misalnya bisa langsung menjual produk mereka langsung ke Kalimantan, ke Sumatera tanpa harus selalu ke Pasar Tanah Abang lebih dahulu,” katanya.

Staf Khusus Kepala KSP Noer Fauzi Rachman mengatakan geliat pembangunan di kawasan perdesaan harus ditangkap sebagai peluang oleh para generasi muda di desa. Jika selama ini mereka berlomba-lomba pergi ke kota-kota besar setelah menyelesaikan pendidikan mereka, maka sudah saatnya mereka kini membangun kampung halaman mereka masing-masing.

“Dengan adanya dana desa, maka peluang desa untuk berkembang secara ekonomis sama besar dengan kawasan perkotaan. Bahkan ada peluang di masa depan geliat perekonomian di kawasan perdesaan bisa lebih besar dengan kawasan perkotaan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement