Senin 11 Dec 2017 02:05 WIB

'Penunjukan Aziz Jadi Ketua DPR tak Boleh Dilakukan Sepihak'

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Endro Yuwanto
Aziz Syamsudin. (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aziz Syamsudin. (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Ekesekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai penunjukan Aziz Syamsudin sebagai ketua DPR RI menggantikan Setya Novanto sebaiknya tidak dilakukan. Menurutnya, penunjukan pengganti Novanto tidak boleh dilakukan secara sepihak.

"Penunjukan figur yang pantas memimpin DPR harus diputuskan melalui pleno internal partai. Tidak boleh ada penunjukan sepihak, apalagi dari pemimpin partai yang sedang memiliki permasalahan hukum. Golkar itu partai politik yang matang dan dewasa, bukan toko kelontong," ujar Ujang dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (10/12).

Ujang melanjutkkan, penunjukan sepihak itu hanya akan menambah gejolak internal dan menjadikan partai berlambang beringin itu semakin terpuruk. Padahal, partai tersebut baru saja mendapatkan musibah yang bertubi-tubi. "Masa Golkar selalu jadi tumbal dari hasrat dan nafsu oknum yang gila kekuasaan. Harusnya seluruh stakeholder bersatu untuk menyelamatkan Golkar yang saat ini elektabilitasnya semakin hancur akibat kasus hukum Novanto," ujarnya.

Ujang menduga, Novanto tetap tidak rela kehilangan kekuasaanya di DPR dan Partai Golkar, meski saat ini sedang menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aziz diduga akan menjadi kepanjangan tangan Novanto jika nantinya terpilih sebagai ketua DPR.

Menurut Ujang, bila Aziz tetap dilantik, hal itu tidak baik bagi DPR secara kelembagaan. Dia mencontohkan, ketika Aziz dilantik pada Senin (11/12), lantas Golkar pada waktu dekat melaksanakan munaslub dan mendapat ketua umum baru, bisa saja ketua DPR diganti lagi.

Karena itu, Ujang menyarankan Golkar sebaiknya melakukan munaslub lebih dahulu dan mendapatkan ketua umum, baru kemudian melakukan musyawarah untuk menunjuk siapa yang akan menduduki kursi nomor 1 di DPR. "Selesaikan dulu melalui munaslub sebagai jalan keluar, itu lebih elok," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement