REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny Rosalin menyebutkan kondisi perkawinan anak di Indonesia sudah berada pada kategori darurat. Berdasarkan data UNICEF, Indonesia menempati urutan ketujuh di dunia dan kedua tertinggi di Asia Tenggara dalam kasus perkawinan anak.
Lenny menyampaikan, data BPS mengungkapkan anak perempuan Indonesia yang menikah di bawah usia 18 tahun anak Indonesia di bawah 18 tahun pada 2016 mencapai 17 persen. "Ini berarti satu dari tujuh perempuan di bawah 18 tahun di Indonesia sudah menikah. Ini sudah darurat," ujar Lenny saat Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Taman Budaya NTB, Ahad (10/12).
Lenny menambahkan, NTB menjadi salah satu provinsi dengan tingkat perkawinan anak yang cukup tinggi, yakni mencapai 25 persen. Dengan begitu, satu dari empat perempuan di bawah usia 18 tahun di NTB telah menikah.
"Ini sudah darurat, bayangkan kalau satu dari empat perempuan di NTB kawin di usia anak, mau seperti apa SDM ke depan," lanjut Lenny.
Beragam persoalan menjadi dampak negatif akibat perkawinan anak. Tingginya perkawinan anak, lanjut Lenny, akan menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu daerah atau negara. Pun dengan rendahnya partisipasi memenuhi wajib belajar 12 tahun akibat keluar dari sekolah karena menikah dini.
Dari sisi kesehatan, perkawinan anak juga menyisakan sejumlah persoalan dengan tingginya risiko kematian ibu dan bayi. Anak-anak yang menikah dini, kata Lenny, mengakibatkan munculnya para pekerja usia anak.
Lenny menilai, generasi muda NTB sejatinya sangat potensial. Bahkan, sepertiga penduduk NTB merupakan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Lenny mengimbau NTB fokus pada dua kabupaten yakni Lombok Tengah dan Lombok Timur sebagai wilayah dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di NTB.
Meski memiliki jumlah perkawinan anak yang cukup tinggi, KPPPA mengapresiasi sejumlah langkah yang ditempuh NTB dalam menurunkan tingkat perkawinan anak, salah satunya keputusan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi yang mengeluarkan edaran tentang pendewasaan usia perkawinan yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur NTB Nomor 180/1153/Kum Tahun 2014 bahwa usia perkawinan ideal bagi laki-laki dan perempuan adalah 21 tahun.
"NTB melakukan deklarasi gerakan stop perkawinan anak dengan melibatkan berbagai elemen, dari OPD, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Bahkan, NTB meminta adanya revisi UU Perkawinan Anak," kata Lenny menambahkan.