Ahad 10 Dec 2017 17:28 WIB

Atasi Gangguan Jiwa, DKI Kucurkan Rp 228 Miliar ke RSKD Duren Sawit

Rep: Sri Handayani/ Red: Israr Itah
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah penderita gangguan jiwa yang terus meningkat di DKI Jakarta menyebabkan Dinas Sosial (Dinsos) kewalahan menyediakan tempat penampungan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno berencana menjadikan Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit sebagai rumah sakit khusus untuk menangani kasus ini.

"Untuk rumah sakit kita ingin RS Duren Sawit menjadi rumah sakit khusus gangguan jiwa dan sekarang baru mulai dianggarkan," kata Sandiaga di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (10/12).

Menurut Sandiaga, proses lelang baru akan dimulai pada 2018. Ia berharap pembangunan rumah sakit itu akan selesai pada 2019.

Ia menambahkan, dana yang dikeluarkan untuk proyek ini mencapai Rp 228 miliar. Dana itu telah disetujui. Ia berharap masyarakat turut memberikan masukan agar program ini dapat tereksekusi dengan baik.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta Masrokhan mengatakan saat ini pusat-pusat layanan sosial dasar (PSD) di Dinsos telah kelebihan kapasitas. PSD 1, misalnya, berkapasitas 750 orang namun hingga November 2017 diisi 871 orang. PSD 2 dengan kapasitas 1150 diisi 1219 orang, sementara PSD 3 dengan kapasitas 450 orang diisi 476 orang. Masih ada yang tidak tertampung di PSD Dinsos dan disalurkan ke berbagai panti sosial.

Masrokhan menjelaskan, total orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di DKI Jakarta hingga November 2017 tercatat 3.094 jiwa. Mereka terbagi dalam tiga klaster, yaitu gangguan jiwa ringan, gangguan jiwa sedang, dan gangguan jiwa berat.

Sebanyak 76 persen dari ODGJ di Jakarta ternyata berasal dari daerah lain di sekitarnya. Apabila tidak dipulangkan (direunifikasi), jumlah ini akan terus membengkak dan secara kapasitas akan sangat memberatkan bagi Pemprov DKI. Oleh karena itu, Dinsos melakukan kerja sama dengan daerah-daerah yang tergabung dalam Mitra Praja Utama (MPU) untuk melakukan pemulangan.

"Sekarang reunifikasi sudah berjalan lancar," kata Masrokhan.

Dinsos juga menyediakan unit layanan sosial (ULS) bagi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Ada enam lokasi ULS di Jakarta. Keluarga dapat mengantarkan ODMK ke ULS pada pagi hari dan menjemput mereka pada sore harinya.

Dalam sepekan, ada 10-12 orang dengan gangguan jiwa ringan datang ke ULS. Bagi yang memiliki kecenderungan gangguan psikologi klinis, ada pemerhati dari perguruan tinggi dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang akan memantau status gangguan jiwa mereka.

"Untuk yang ODMK masih ringan untuk pelayanan di wilayah. Dan boleh ditunggu. Pagi antar, sore dijemput. Itu sudah mengurangi beban kita," kata Masrokhan.

Dari kasus yang ada, ada pula 20-30 persen ODGJ yang bersifat residu. Mereka telah mencapai gangguan jiwa berat, umumnya karena keturunan. Gangguan jiwa itu telah menahun dan memerlukan pengobatan medis. Untuk kasus seperti ini, Dinsos menggandeng Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

Hingga saat ini ada pula ODGJ yang belum diketahui keluarganya. Mereka hidup sebatang kara dan menjadi tanggung jawab negara. Mereka masih ditampung oleh Dinsos DKI Jakarta.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement