REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA — Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali menyebutkan enam tokoh Partai Golkar memiliki kualifikasi untuk memulihkan citra buruk partai berlambang pohon beringin yang kini terus berkurang elektabilitasnya.
"Selama tiga tahun terakhir, energi partai habis diserap oleh dua isu, yakni konflik internal dan isu korupsi. Partai Golkar harus menemukan jalan tol untuk memulihkan citra partai," kata Denny dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (9/12).
Saat ini, isu pergantian Ketua Umum partai Golkar melalui mekanisme Musyawaran Nasional Luar Biasa (Munaslub) telah hangat diperbincangkan. Itu bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki citra partai.
Menurut dia, Partai Golkar memiliki harapan untuk melakukan pemulihan dari citra buruk yang terus mendegradasi elektabilitas partai itu. Paling tidak terdapat enam tokoh yang memiliki kualifikasi untuk menuju orientasi tersebut.
Keenam tokoh tersebut ialah Airlangga Hartarto, Dedi Mulyadi, Nusron Wahid, Idrus Marham, Meutia Hafidz dan Titiek Soeharto atau Siti Hediati Hariyadi. "Mereka ini embrio baru Partai Golkar setelah Munaslub. Mereka mewakili Indonesia Barat, Tengah dan Timur," katanya.
Ia menjelaskan terkait enam nama itu di antaranya Airlangga Hartarto. Dalam persfektif Denny, Airlangga merupakan seorang kandidat Ketua Umum terkuat yang akan membawa Golkar menuju perubahan citra.
"Publik membutuhkan Golkar yang bersih. Ini dalam rangka memutus diri dari riwayat buruk yang terlanjur melilit dan membuat partai ini terseok. Sebagai partai senior, Golkar juga harus bangkit," katanya.
Sedangkan Dedi Mulyadi dianggapnya sebagai bintang yang tengah bersinar di Jawa Barat. Saat Indonesia terbelah oleh fragmentasi primordial, Dedi berani tampil dengan membawa pesan kultur yang toleran dan pro terhadap keberagaman.
Kemudian Nusron Wahid, sosok yang besar di Nahdhatul Ulama ini menurut Denny dapat menjadi liaison officer atau penghubung komunikasi antara Golkar dan basis massa Islam toleran dari Nahdhatul Ulama.
Indonesia Timur diwakili oleh Idrus Marham, seorang Sekretaris Jenderal di dua masa kepemimpinan Golkar, Yakni saat dipimpin oleh Abu Rizal Bakrie dan Setya Novanto. Loyalitasnya terhadap pimpinan menjadi teladan bagi para kader Golkar.
Diferensiasi latar belakang politik di internal Partai Golkar dapat menjadi lebih berwarna dengan kehadiran dua Srikandi yakni Meutia Hafidz, mantan jurnalis profesional dan Titiek Soeharto, puteri Presiden kedua Indonesia sekaligus God Father bagi Partai Golkar.