Sabtu 09 Dec 2017 01:00 WIB

Serius Memerangi Narkotika PCC

Fathurrohman
Foto: dok. Pribadi
Fathurrohman

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Fathurrohman (*) dan Hari Nugroho (**)

Tanggal 3 Desember 2017, kita dikagetkan dengan penggrebekan Pabrik PCC dengan kapasitas produksi jutaan butir dalam sehari di dua lokasi berbeda, Semarang dan Solo. Badan Narkotika Nasional (BNN) menggandeng Polda Jawa tengah (Jateng) untuk menggrebek dua pabrik tersebut. Alhasil, petugas berhasil mengamankan belasan tersangka, terdiri dari pemasak, pemodal, pengumpul bahan baku, marketing PCC dan pengedar ke para konsumen. Satu mata rantai yang sangat sempurna. Selain itu, di TKP juga masih sangat banyak ditemukan bahan baku.

Jauh sebelumnya kasus kematian beberapa warga di Kendari Sultra yang disebabkan mengkonsumsi PCC dan ditemukannya 7 juta pil PCC di Banjarmasin oleh Resmob Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) adalah fakta menarik bahwa pil ini cukup massif beredar di Indonesia. Dengan adanya pengiriman PCC dalam jumlah 7 juta butir, hal itu berarti menunjukan kebutuhan terhadap PCC sangat besar.

Bisa jadi ini seperti fenomena gunung es, barang yang ditemukan bisa jadi lebih kecil dibandingkan peredaran yang terjadi secara faktual. Musababnya harga PCC yang tergolong murah, menjadi persoalan sendiri karena banyak dikonsumsi kalangan bawah, bahkan pelajar SMP akrab dengan pil haram ini.

Apa itu PCC

PCC terdiri dari paracetamol, carisoprodol, dan caffein merupakan sediaan farmasi di mana carisoprodol adalah sediaan obat yang paling berbahaya. Jika ketiga jenis sediaan farmasi tersebut dicampur, maka akan menimbulkan efek sinergis. Carisoprodol bekerja mempengaruhi susunan saraf pusat, obat tersebut akan memodulasi GABAA di dalam otak, mirip dengan cara kerja barbiturate dan akan menimbulkan efek yang berbahaya jika disalahgunakan. Penyalahgunaan obat yang mengandung carisoprodol, membawa risiko mengalami gejala putus obat, kecanduan, hingga efek samping yang dapat berujung pada kematian.

Carisoprodol sendiri berfungsi untuk relaksan otot. Di dalam tubuh obat ini akan segera dimetabolisme menjadi meprobamate, zat aktif yang termasuk dalam golongan psikotropika. Sejak Januari 2012, Amerika Serikat memasukkan Carisoprodol dan turunannya ke dalam aturan federal sebagai psikotropika golongan IV. Sementara di Indonesia, Carisoprodol tidak termasuk jenis psikotropika apalagi narkotika.

PCC dan regulasi

Bahan baku utama PCC yaitu paracetamol, carisoprodol, dan caffein, secara teknis ada dalam konteks pengawasan penuh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ketiga jenis sediaan farmasi tersebut diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun dalam konteks penindakan dan penegakan hukum, Polri yang mempunyai kewenangan. Sedangkan BNN mempunyai kewenangan penegakan hukum dalam tindak pidana yang diatur UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam ranah penyidikan, PCC bukan kewenangan BNN. Tapi amanah Peraturan Presiden No. 23 tahun 2010 tentang BNN, disebutkan bahwa BNN dalam penanganan persoalan narkotika dan prekursor narkotika yaitu menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Kewenangan BNN, mengacu kepada Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dibatasi pada jenis narkotika dan prekursor narkotika saja. Daftar jenis narkotika tersebut diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan.

PCC adalah narkotika

Kasus terbongkarnya pabrik besar PCC di Semarang dan Solo ini menjadi catatan tersendiri di mana BNN menjadi pihak yang melakukan penggrebekan dan kemudian melakukan koordinasi dan penyerahan kasus kepada Polri untuk dilakukan penyidikan. Akan lebih efektif jika kasus ini ditangani langsung oleh BNN karena penguasaan terhadap kasus tersebut lebih baik.

Fakta tersebut menjadi catatan khusus sehingga perlu dipertimbangkan langkah untuk memasukan Carisoprodol menjadi salah satu bagian dari narkotika jenis baru (New Psychoactive Substance/NPS) mengingat ancaman dampak buruk yang ditimbulkannya. Menurut pengakuan tersangka dan penyalahguna, PCC dapat dijadikan sebagai pengganti ekstasi. Dengan harga yang lebih murah bagi pengguna, maka PCC menjadi alternatif pilihan obat berbahaya dan kebutuhan tersebut menjadi peluang bisnis gelap perusak generasi bangsa.

Dengan memasukkan Carisoprodol sebagai narkotika maka hukuman bagi pelanggar akan lebih besar dan BNN akan dituntut aktif dalam upaya melakukan pencegahan peredaran gelap dan penyalahgunaan obat dengan bahan baku Carisoprodol. Hal tersebut patut dilakukan jika kita memang serius memerangi narkoba.

*)   Fathur: Analis Kejahatan Narkotika dan Alumni Kriminologi Universitas Indonesia

**) Hari: MSc di King 's College London dan Penerima Beasiswa Chevening 2017/18

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement