REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Hak-hak kaum difabel masih terabaikan di Kabupaten Semarang. Dalam banyak hal, para penyandang disabilitas masih mendapatkan perlakuan diskriminatif saat berhubungan dengan layanan publik.
Ironisnya, perlakuan-perlakuan seperti ini masih didapatkan para penyandang disabilitas saat mereka bersinggungan dengan layanan instansi pemerintahan. Hal ini terungkap dari audiensi perwakilan pengurus Forum Komunikasi Difabel Kabupaten Semarang (FKDKS) dengan DPRD Kabupaten Semarang, di gedung wakil rakyat Kabupaten Semarang, Rabu (6/12).
Di depan para wakil rakyat, Ketua FKDKS, Ratna Windaryanti mengungkapkan, saat ini para difabel di Kabupaten Semarang masih minim perhatian. Hak-hak yang semestinya diberikan bagi kaum difabel belum sepenuhnya dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang.
Dalam kepengurusan administrasi kependudukan misalnya, masih banyak penyandang disabilitas yang belum tercatat sebagai warga Kabupaten Semarang. Seperti saat penyandang autis maupun yang down syndrome mengurus adminstrasi kependudukan.
Di lapangan, prakteknya masih ada petugas yang tidak sabar dalam memberikan pelayanan kepada para penyandang difabel. "Sehingga sejumlah hak para penyandang disabilitas masih terabaikan," ujarnya.
Ratna juga menyampaikan contoh lain yang dialaminya sendiri, saat ia melakukan audiensi dengan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Semarang. Ternyata kebijakan yang berlaku pada dinas yang dimaksud masih bersifat umum. Padahal, kaum disabilitas membutuhkan kebijakan khusus untuk mendapatkan pelayanan yang sama karena keterbatasan yang dimilikinya.
Termasuk perihal program yang dilakukan Dinsos bagi para penyandang disabilitas di Kabupaten Semarang. "Kenyataannya, mereka (petugas Dinsos) banyak yang tidak tahu terkait program yang berpihak kepada para penyandang disabilitas," tandasnya.
Ratna juga menyebut, banyaknya industri besar di Kabupaten Semarang ternyata juga belum banyak yang berpihak kepada penyandang disabilitas, meski syarat pendidikan untuk memperoleh pekerjaan telah terpenuhi.
Terbukti kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi para penyandang disabilitas masih minim. Hanya industri tertentu yang mau memberdayakan kaum disabilitas.
"Saya dulu pernah diterima kerja disebuah perusahaan, karena kondisi saya sepert ini (difabel) pada perjalanannya diberhentikan secara sepihak oleh manajemen perusahaan tersebut," tambahnya.
Sedangkan terkait dengan aksesibilitas, penyandang disabilitas juga kurang diperhatikan. Saat ini masih banyak fasilitas umum dan perkantoran milik Pemkab Semarang yang kurang ramah terhadap penyandang disabilitas.
Pintu masuk banyak yang tidak dilengkapi dengan ram atau jalur sirkulasi dengan kemiringan tertentu bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. "Sehingga saat kita kalau masuk ke kantor pemerintahan harus dibantu orang lain tidak bisa melakukan secara mandiri," tandasnya.
Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bambang Kusriyanto menyampaikan, saat ini pihak eksekutif belum mengusulkan apapun kepihak legislatif terkait dengan kebijakan yang benar-benar pro kaum difabel. Wakil rakyat Kabupaten Semarang, jelasnya, sangat pro aktif untuk mengawal segala kebijakan pro disabilitas, apabila yang nantinya bakal diusulkan pihak eksekutif.
"Kami pun mengamini, selama ini ruang-ruang publik di Kabupaten Semarang juga belum ramah akan kaum disabilitas. Termasuk dalam hal ini penataan kota maupun ruang publik lainnya," kata Bambang.
Ia juga menyambut baik niat para pengurus FKDKS. Audiensi seperti ini menjadi sebuah jembatan antara Pemkab Semarang dengan dengan para penyandang difabel sendiri. "Kami menyambut baik itu, sehingga nantinya akan kita komunikasikan dengan pihak eksekutif," tambahnya.