Rabu 06 Dec 2017 14:46 WIB

Polisi Ringkus Kelompok Gay Pengincar Anak-Anak

Pelaku kejahatan ditangkap (ilustrasi).
Pelaku kejahatan ditangkap (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Tim Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Barat mengungkap aksi kelompok gay yang mengincar korbannya di dunia maya yang rata-rata adalah anak-anak. "Dalam kasus gay atau LGBT ini, kami mengamankan tiga tersangka DHP (27), RS (19) warga Pontianak, dan Efa atau Deo (27) warga Kapuas Hulu Senin (4/12)," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar, AKBP Mahyudi Nazriansyah di Pontianak, Rabu (6/12).

Mahyudi menjelaskan, dari ketiga tersangka gay tersebut, satu diantaranya mengidap HIV/AIDS dan TB sehingga sangat berbahaya sekali, karena telah menyebarkan penyakit tersebut kepada para korbannya. "Malah dari pengakuan ketiga tersangka tersebut, jumlah anggotanya sudah mencapai 100 orang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi tersangka yang mengidap HIV/AIDS tersebut sudah melakukan hubungan seks sesama jenis dengan korban yang rata-rata anak tersebut sebanyak 100 kali lebih dengan korban yang berbeda-beda pula," ungkapnya.

Ia menambahkan, sasaran kelompok gay tersebut, memang mencari anak-anak karena mudah dipengaruhi. "Mereka melakukan aksinya yakni dengan mengirimi korban-korbannya dengan foto-foto 'syur' yang melanggar kesusilaan, sehingga korbannya terbujuk rayuan untuk melakukan hubungan sesama jenis tersebut," kata Mahyudi.

Dalam kesempatan itu, Direskrimsus Polda Kalbar mengimbau kepada masyarakat atau para orang tua agar mengawasi anak-anak mereka agar tidak terlibat dalam pergaulan bebas tersebut, bahkan sangat berisiko tertular HIV/AIDS tersebut. Adapun, barang bukti dari ketiga tersangka yang diamankan, di antaranya screenshot akun Facebook, Twiter, ponsel berbagai merk, yang digunakan untuk aktivitas melanggar kesesusilaan dalam mencari korbannya.

Ketiga tersangka diancam pasal 45 ayat (1) Jo pasal 27 ayat (1) UU No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun atau denda maksimal Rp1 miliar, katanya. Dalam kesempatan itu, Mahyudi menambahkan, pihaknya akan bekerja sama Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Pontianak dalam memproses hukum dan memberikan pendampingan terhadap korban anak-anak tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement