Senin 04 Dec 2017 12:54 WIB

Iriana: Ibu Memiliki Peran Membangun Perdamaian

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Indira Rezkisari
Iriana Joko Widodo
Foto: EPA
Iriana Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu merupakan sosok yang cukup penting dalam menciptakan iklim perdamaian. Tidak hanya untuk lingkup yang kecil, namun juga untuk lingkup yang lebih besar. Mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi.

"Peran ibu dalam membangun perdamaian sangatlah penting," ujar Iriana dalam siaran pers, Senin (4/12). Dia menuturkan, dalam pidatonya pada Hari Perdamaian Internasional di Sumenep 8 Oktober 2017, Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo menjelaskan bahwa mencintai perdamaian bukanlah hal yang harus dipaksakan dalam diri seseorang, namun harus ditumbuhkan dan dimulai dari pembentukan karakter dalam keluarga. Oleh karena itu, seorang ibu memiliki peranan yang sentral dan sangat penting dalam membangun perdamaian.

Untuk itu, Iriana pun mengajak kepada ibu-ibu dan perempuan di seluruh Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga perdamaian dengan berperan serta sebagai inisiator, mediator pencegah konflik dan perunding perdamaian. Keterwakilan Ibu-ibu dalam peran aktif melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pencegahan konflik serta dalam perundingan perdamaian hingga saat ini masih belum optimal.

Ibu-ibu dan perempuan Indonesia juga hendaknya dapat mengambil posisi di garda terdepan dalam rangka mencegah konflik dan menjadi perunding perdamaian. Termasuk memberikan perlindungan kepada kelompok perempuan dan anak-anak dalam menghadapi situasi konflik.

Meskipun keinginan mewujudkan perdamaian melalui peran wanita masih mendapat banyak tantangan, salah satunya dari kekerasan yang dilakukan terhadap kaum ini. Seorang perempuan baik yang belum menjadi ibu atau pun sudah wajib mendapatkan perlindungan ekstra, karena mereka kerap mendapatkan kekerasan.

Bentuk kekerasan terjadi karena masih adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan sehingga laki-laki menganggap dirinya sebagai penguasa di rumah tangga dan di lingkungan masyarakat. Lalu menganggap bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang bisa diperdayakan dan pantas mendapatkan kekerasan.

"Kaum laki-laki menganggap bahwa dia adalah pemimpin bagi perempuan dan kemudian menyalahgunakan wewenangnya, termasuk menjadikan perempuan korban kekerasan," ujar Iriana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement