REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Bupati Sleman, Sri Purnomo, menetapkan status keadaan darurat bencana angin kencang, banjir, dan tanah longsor di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Status ditetapkan selama tujuh hari sejak 29 November hingga 5 Desember 2017.
Pertimbangan penetapan status keadaan darurat didasari surat Kepala Stasiun Klimatologi Mlati pada 20 November 2017 tentang potensi kejadian cuaca ekstrem selama musim hujan.
Hasil kaji cepat Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman juga memperkuat pertimbangan tersebut.
Dampak hujan lebat disertai angin kencang yang melanda Kabupaten Sleman pada Senin (28/11) sampai Selasa (29/11) telah mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
"Saya berharap hari ini sudah tidak ada bencana lagi. Puncaknya kemarin. Masyarakat harus tetap meningkatkan kehati-hatian, khususnya masyarakat yang ada di lereng atas Prambanan. Karakter rumah mereka belakangnya tebing dan sangat labil ketika terjadi hujan," kata Purnomo saat ditemui di Dusun Sendari, Kamis (30/11) siang.
Hujan lebat yang disertai angin kencang telah mengakibatkan warga kehilangan nyawa dan harta benda.
Berdasarkan data dari Pusdalops BPBD Kabupaten Sleman, badai tropis Cempaka sudah mengakibatkan pohon tumbang di 15 titik, 16 titik longsor, dan 27 titik banjir.
Terpaan badai Cempaka telah membuat setidaknya 46 rumah terendam banjir, satu rumah hanyut, enam rumah rusak berat, satu rumah rusak sedang, dan empat rumah rusak ringan.
Selain itu, ada empat kandang ternak roboh, tiga ekor sapi hanyut, satu ekor sapi tertimpa reruntuhan, dua jaringan listrik dan tiga jaringan telepon tertimpa pohon.
Lantas, satu tempat pemandian ternak dilaporkan tertimbun material longsor dan satu kendaraan roda dua rusak parah.
Hujan lebat turut mengakibatkan talut 214 meter persegi longsor dan dua dam jebol.
Jumlah warga terdampak mencapai 108 orang dewasa dan anak-anak serta sembilan balita. Di lokasi pengungsian tercatat ada 77 orang, yaitu di Prambanan 60 orang, Mlati 14 orang dan Gamping tiga orang.