Rabu 29 Nov 2017 05:44 WIB

Siklon Tropis Cempaka Mengamuk, Masyarakat Diminta Waspada

Rep: Amri Amrullah, Muhammad Fauzi Ridwan, Rahayu Subekti/ Red: Elba Damhuri
BMKG mendeteksi akan adanya Siklon Tropis Cempaka di wilayah pesisir Selatan Pulau Jawa yang akan berdampak pada perubahan pola cuaca di sejumlah wilayah di Indonesia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
BMKG mendeteksi akan adanya Siklon Tropis Cempaka di wilayah pesisir Selatan Pulau Jawa yang akan berdampak pada perubahan pola cuaca di sejumlah wilayah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca ekstrem yang terjadi akibat pengaruh siklon tropis Cempaka telah menyebabkan bencana banjir, longsor, dan angin puyuh di sejumlah daerah di Jawa dan Bali. Dampak ini mulai terasa pada Selasa (28/11) dini hari WIB atau hanya beberapa jam setelah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi siklon tersebut di pesisir selatan Pulau Jawa pada Senin (27/11) pukul 19.00 WIB.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, BMKG telah menyampaikan peringatan dini ihwal keberadaan siklon tropis Cempaka sekitar 32 km di sebelah selatan-tenggara Pacitan, Jawa Timur, Selasa (28/11). Berdasarkan pemantauan, kecepatan siklon menembus 65 kilometer per jam.

"Dampak dari siklon tropis Cempaka adalah cuaca ekstrem, seperti hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi di Jawa dan Bali," ujar Sutopo dalam keterangan persnya, Selasa (28/11).

Cuaca ekstrem, lanjut dia, telah menyebabkan banjir, longsor, dan angin puyuh di 21 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Berdasarkan data sementara yang dihimpun Posko BNPB, ketiga bencana hidrometeorologi itu melanda, antara lain, Pacitan, Serang, Sukabumi, Semarang, dan Kota Yogyakarta.

"Daerah Pacitan yang paling dekat dengan siklon tropis Cempaka terjadi hujan lebat sehingga menimbulkan banjir dan longsor pada Selasa (28/11) dini hari. Sungai-sungai meluap menyebabkan ribuan rumah terendam banjir," kata Sutopo.

Banjir meluas hingga terjadi di 13 desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pacitan (Desa Sirnoboyo, Desa Sukoharjo, Desa Kayen, Desa kembang, Desa Ploso, Desa Arjowinangun, Desa Sidoharjo), Kecamatan Kebon Agung (Desa Purworejo, Desa Banjarjo, Desa Kebon Agung), dan Kecamatan Arjosari (Desa Pagutan, Desa Jatimalang, Desa Arjosari). Jalan lintas selatan lumpuh total.

Banjir dan longsor, menurut Sutopo, juga menyebabkan 11 orang meninggal dunia di Pacitan. Perinciannya, sembilan orang meninggal akibat tertimbun tanah longsor dan dua orang hanyut terbawa banjir. Korban longsor berasal dari Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung, sebanyak tujuh orang orang dan dari Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo sebanyak dua orang.

Menurut Sutopo, kesembilan korban meninggal akibat longsor itu hingga saat ini belum dapat dievakuasi. Sulitnya akses menuju lokasi dan tingginya intensitas hujan menjadi kendala.

Sutopo menjelaskan, siklon tropis Cempaka akan bergerak menjauhi wilayah Indonesia pada Rabu (29/11). Namun, pengaruhnya masih terasa dalam bentuk hujan deras dan gelombang tinggi di wilayah Jawa dan Bali.

"Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman banjir, longsor, dan puting beliung," kata Sutopo.

Kepala BMKG Kelas 1 Bandung Tony Agus Wijaya mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai cuaca ekstrem dalam beberapa hari ke depan. Wilayah-wilayah Jabar yang terdampak, antara lain Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Sukabumi Selatan, Cianjur, Bandung, Garut, dan Tasikmalaya.

"Puting beliung dan angin kencang diperkirakan akan terjadi pada sore hingga malam hari. Kilat dan petir juga berpotensi terjadi saat cuaca ekstrem," ujar Tony.

Secara khusus, dia mengimbau masyarakat tidak berlindung di bawah pohon. Tony menuturkan, BMKG Kelas 1 Bandung juga mengimbau masyarakat mewaspadai potensi gelombang tinggi di perairan utara dan selatan Jabar, banjir bandang, dan longsor di daerah yang berpotensi terjadi hujan lebat.

Menurut Tony, bagi masyarakat yang setiap hari beraktivitas di perairan atau laut, diimbau lebih waspada terhadap perubahan kondisi cuaca di laut yang secara tiba-tiba yang disebabkan adanya pengaruh awan cumulonimbus. \"Nelayan tradisional diimbau menunda aktivitas penangkapan ikan sampai gelombang laut kembali normal," kata Tony.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement