Selasa 28 Nov 2017 20:06 WIB

KPAI: Lemahnya Pengawasan Orang Tua Picu Tawuran

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Anak Sekolah Tawuran

REPUBLIKA.CO.ID BOGOR -- Tawuran antarpelajar di sejumlah daerah yang terjadi beberapa hari terakhir, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki banyak faktor pemicu. Termasuk lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak.

Kasus perkelahian antarpelajar terakhir terjadi di Rumpin, Bogor, Jumat (24/11). Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menjelaskan, lemahnya pengawasan membuat anak dapat berlaku tindakan negatif termasuk tawuran. "Mengingat kejadiannya di tempat terbuka dan pada sore hari, menunjukkan, lemahnya pengawasan orang dewasa di sekolah, rumah maupun masyarakat," ucapnya saat berkunjung ke SMP Islam As, tempat korban tawuran bersekolah, pada Selasa (28/11).

Retno menyarankan baiknya orang tua meningkatkan kepekaan terhadap anak. Sebab, tarung semacam ini biasanya direncanakan jauh hari sehingga menyebabkan perubahan perilaku anak.

Masyarakat pun, tambah Retno, juga harus peka, terutama ketika melihat adanya keramaian di tempat umum. "Sebaiknya, dibubarkan atau segera lapor pihak berwenang seperti RT/ RW, kelurahan atau kepolisian, sehingga bisa mencegah perkelahian atau kejadian lain yang tidak diinginkan," ujarnya.

Sekolah, Retno menambahkan, dalam hal ini adalah guru, sepatutnya memiliki kepekaan terhadap anak-anak yang berpotensi terlibat tarung. Sebab, keterlibatan siswa senior dan alumni sangat mungkin dalam skenario perkelahian seperti yang terjadi di Rumpin.

Tidak hanya fisik, Ketua KPAI Susanto menyebutkan, pengawasan juga harus dilakukan secara cyber. "Sebab, sekarang banyak konten viral di media sosial yang berpotensi menyebabkan anak bertindak negatif," ucapnya.

Secara umum, Susanto menambahkan, kasus tawuran sebenarnya sudah menurun. Dari data yang dimiliki KPAI, tercatat terjadi penurunan jumlah anak korban dan pelaku tawuran selama tiga tahun terakhir.

Pada 2015, terdapat 96 anak korban tawuran yang menurun menjadi 55 di 2016 dan 36 pada tahun ini. Sementara itu, untuk anak pelaku tawuran pada 2015 mencapai 126 anak dan menurun menjadi 76 anak hingga 54 anak di tahun ini.

Meski menurun, Susanto menjelaskan, keluarga dan sekolah tidak dapat mengurangi pengawasan begitu saja. "Anak tetap saja harus diawasi, baik di tingkat keluarga, sekolah dan masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement