Senin 27 Nov 2017 18:22 WIB

ICW Desak KPK Segera Limpahkan Berkas Setnov

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto berjalan ke dalam mobil seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto berjalan ke dalam mobil seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melimpahkan berkas Setya Novanto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. ICW menilai, percepatan pelimpahan berkas perkara menjadi sesuatu yang penting untuk memastikan penangganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) selesai.

"Ini menjadi syarat mutlak untuk menggugurkan permohonan praperadilan Novanto," ujar peneliti ICW, Lalola Easter dalam keterangan pers, Senin (27/11).

Lalola menjelaskan, Pasal 82 ayat (1) huruf d secara jelas menyebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan, sedangkan pemeriksaan praperadilan belum selesai, maka permohonan praperadilan tersebut dianggap gugur. Setidaknya, percepatan pelimpahan berkas perkara ini menjadi sesuatu yang penting untuk memastikan penanganan perkara KTP-El segera selesai.

"Sudah banyak preseden terkait percepatan pelimpahan berkas perkara ini ke Pengadilan Tipikor ketika proses peradilan akan dimulai atau belum selesai," jelasnya.

Dikutip dari ICW setidaknya ada enam permohonan praperadilan yang telah gugur dikarenakan pelimpahan berkas ke Pengadilan Tipikor, antara lain permohonan praperadilan yang diajukan oleh James Gunarjo,tersangka kasus dugaan suap pengurusan restitusi pajak PT Bhakti Investama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (15 Agustus 2012),Otto Cornelis Kaligis, tersangka dalam perkara suap kepada tiga hakim PTUN Medan, Tripeni Irianto, Dermawan Ginting, dan Amir Fauzi serta seorang panitera Syamsul Yusfan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (24 Agustus 2015). Irman Gusman, tersangka dalam dugaan suap terkait pengurusan kuota gula impor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (2 November 2017)

Selain itu, permohonan praperadilan Rusli Sibua tersangka dugaan tindak pidana suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Morotai pada tahun 2011 (11 Agustus 2015),Sutan Bhatoegana tersangka dugaan korupsi terkait dengan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian ESDM tahun 2013 (13 April 2015) dan Suroso Atmomartoyo.

Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo, tersangka dugaan suap proyek pengadaan Tetraethyllead di Pertamina tahun 2004-2015 (15 Juni 2015) juga digugurkan KPK.

Sebelumnya, tersangka kasus dugaan korupsi KTP-El, Setya Novanto, yang juga Ketua DPR RI telah resmi mendaftarkan permohonan praperadilan untuk kedua kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/11) lalu. Adapun sidang perdana dari permohonan Praperadilan Novanto ini rencannya akan digelar pada hari Kamis, (30/11) mendatang.

"Upaya praperadilan jilid kedua menjadi babak lanjutan dan menentukan dari penanganan kasus korupsi KTP-El pascapenetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan yang dilakukan KPK terhadap Novanto," tulis Lalola.

Ia menjelaskan, salah satu dasar pertimbangan permohonan praperadilan yang disusun oleh kuasa hukum Setya Novanto adalah penyidikan yang dilakukan oleh KPK terhadap Setya Novanto sudah termasuk sebagai nebis in idem karena yang bersangkutan telah memenangkan sidang Praperadilan sebelumnya.

Menurutnya, argumentasi dari Setya Novanto sama sekali tidak berdasar, pasalnya, aturan nebis in idem sendiri terdapat dalam Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu dalam ayat (2) disebutkan bahwa asas nebis in idem berlaku dalam hal seseorang telah mendapat putusan bebas, lepas atau pemidanaan.

"Dua aturan diatas sebenarnya menjadi dasar untuk membantah argumen dari Novanto," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement