REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Banjir lahar dingin mulai terjadi setelah erupsi beruntun Gunung Agung di Kabupaten Karangasem. Kepala Pusat Data dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho membenarkan hal tersebut.
"Benar, itu namanya lahar hujan atau lahar dingin," kata Sutopo kepada awak media, Selasa (27/11).
Gunung yang oleh masyarakat Bali disebut Tohlangkir ini mengeluarkan lahan dingin di sejumlah wilayah, selain kepulan asap panas intensitas sedang dan bertekanan tinggi sejak akhir pekan lalu. Sutopo mengimbau masyarakat, khususnya yang berada dalam radius delapan hingga 10 kilometer (km) di zona merah bahaya untuk mewaspadai banjir lahar ini.
Intensitas hujan diperkirakan meningkat, sehingga masyarakat yang masih bertahan di zona rawan diminta mengungsi secara tertib dan tenang. Sutopo menegaskan radius awas atau level tiga Gunung Agung harus kosong dari aktivitas masyarakat. "Jangan melakukan aktivitas di sekitar sungai. Jangan pula menonton letusan di dekat Gunung Agung," tambah Sutopo.
Pemandangan lahar dingin disertai lumpur pekat tampak di sekitar Sungai Yeh Asa, Karangasem. Lahar dingin tersebut keluar dari sepanjang hulu Gunung Agung. Provinsi Bali saat ini memasuki fase musim penghujan. Erupsi Gunung Agung berpotensi membawa material piroklastik dalam jumlah besar dan perlu diwaspadai bersama.
Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Bali, Sujabar mengatakan November adalah awal musim penghujan di sebagian wilayah Bali, terutama Bali Tengah. Curah hujan sebelum masuk puncak musim hujan seperti saat ini cukup tinggi, sehingga masyarakat Bali perlu waspada dengan bencana-bencana yang menyertainya. "Curah hujan di Bali Timur, seperti Karangasem rata-rata di atas sedang," kata Sujabar.
BMKG terus memperbaharui informasi data cuaca dan arah kecepatan angin. Curah hujan tinggi sepanjang November ini, sebut Sujabar mengisi kawah yang ada di Gunung Agung, sehingga berdampak pada aliran lahar dingin. "Curah hujan tinggi yang konstan di 40 milimeter (mm) per jam membuat lahar membeku sehingga berbahaya bagi wilayah sekitar kawasan rawan bencana, juga aliran sungai sekitar Gunung Agung," katanya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menaikkan status Gunung Agung dari siaga (level tiga) ke awas (level empat). Letusan masih terus teramati disertai kepulan asap tebal mencapai ketinggian dua ribu hingga 3.400 meter. Sinar api terlihat dari dalam kawah.