Jumat 24 Nov 2017 03:14 WIB

Yasonna: Produk Hukum Masa Lalu Perlu Ditinjau Kembali

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menganggap saat ini ada hal-hal yang menimbulkan kecemasan bagi masa depan pembangunan hukum. Menurutnya, hukum di masa lalu kerap dijadikan alat oleh penguasan dan pelaksanaanya kerap diselewengkan.

Menurutnya, hal-hal yang membuat kecemasan itu antara lain adanya suasana keraguan, skeptisme, serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang hampir mencapai titik nadir. Selain itu, kekhawatiran disintegrasi bangsa dan mencuatnya isu peradilan rakyat juga menjadi faktor pembuat kecemasan bagi masa depan hukum.

"Isu peradilan rakyat, di mana hukum tak lagi dipandang dapat memberikan perlindungan, pengayoman, ketentraman, ketertiban, kepastian, persamaan, dan semakin jauh dari rasa keadilan," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/11).

Yasonna menilai, hukum di masa lalu sering dijadikan sebagai alat kekuasaan. Pelaksanaannya pun telah diselewengkan sedemikian rupa. Sehingga, hukum tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi dan keadilan, serta persamaan hak warga negara di hadapan hukum.

"Untuk itu, produk hukum di masa lalu perlu ditinjau kembali melalui pengkajian atau penelitian untuk diorientasikan kepada kepentingan masyarakat," katanya.

Soal perundang-undangan yang telah berorientasi kepada kepentingan masyarakat, ia merasa masih dihadapkan kepada beberapa kendala. Kendala-kendala itu antara lain terjadinya perbedan penafsiran di antara sesama aparatur penegak hukum, praktisi, dan teoritis. Kendala lainnya berupa perbenturan kepentingan, disinkronisasi antar perundang-undangan, dan ketidakjelasan isi peraturan itu sendiri.

Sehingga, lanjut Yasonna, untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan suatu program yang bertujuan untuk menyamakan visi, misi, dan persepsi. Itu bisa dengan cara membuat suatu dokumen resmi yang dijustifikasi oleh berbagai pihak.

"Keterlibatan anggota DPR, LSM, teoritis, praktisi, dab berbagai tokoh-tokoh kalangan masyarakat untuk memperkaya pembentukan suatu peraturan harus terus diperkuat. Dengan tetap (mengedepankan) aspek transparansi, akuntabilitas, dan aksesibilitas publik," jelasnya.

Yasonna menambahkan, keterlibatan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut bukan hanya bermanfaat dalam mendukung tugas dan fungsi Kemenkumham. Tetapi juga bermanfaat bagi kementerian lembaga, baik pusat maupun daerah.

"Demikian juga bagi masyarakat yang membutuhkan sebagai dasar pengambilan kebijakan," ujarnya.

Karena itu, ia berharap seminar yang pihaknya buat itu dapat melahirkan sebuah pencerahan yang luar biasa bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Berbagai permasalahan yang timbul dalam interpretasi hukum juga diharapkan bisa mendapatkan solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak.

"Sehingga, supremasi hukum dapat segera diwujudkan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement