Rabu 22 Nov 2017 18:41 WIB

'Bahaya Jika Semua Anggota DPR Berlindung pada Hak Imunitas'

Rep: Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Viktor Laiskodat
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Viktor Laiskodat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahterah (PKS) Zainudin Paru menyatakan betapa bahayanya jika semua anggota dewan berlindung di balik hak imunitas saat terkena kasus pidana. Padahal, sudah jelas-jelas diatur bahwa hak imunitas tidak bisa melekat pada anggota DPR yang terkena pidana.

Zainudin mencontohkan, umpamanya ada anggota DPR yang memprovokasi melakukan upaya pembunuhan terhadap seseorang kemudian dia dibebaskan oleh hukum karena hak imunitasnya. Padahal, sudah sangat jelas pembunuhan merupakan tindak pidana namun kemudian pidana tersebut dapat dihapuskan dengan adanya hak imunitas.

Jika pemahaman seperti ini yang dipelihara lanjut Zainudin, betapa mengerikan hak imunitas itu bagi masyarakat biasa. Serta amat sangat membahayakannya bagi penegakkan hukum di Indonesia.

"Jadi kalau menyuruh membunuh kemudian dihilangkan tindak pidananya hanya karena hak imunitas, negara ini akan menjadi sangat berbahaya membiarkan orang yang jelas-jelas melakukan pidana," kata Zainudin kepada Republika, Rabu (22/11).

Hak imunitas, menurut Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP PKS ini, sebagaimana tertera dalam Pasal 20A UUD 1945 serta Pasal 224 UU No 17 Tahun 2004 tentang MD3 diterangkan, bahwa hak imunitas hanya berlaku ketika para anggota dewan tengah berada di dalam gedung dan melakukan pelbagai pembahasan tentang pemerintah. Baik terkait program, aturan-aturan, maupun pengawasan terhadap pemerintah yang dilakukan oleh para dewan kehormatan.

"Di situ boleh menyampaikan apa saja termasuk memberikan kritik yang keras, statement-statement yang menyentil dan tajam pada pemerintah, itu boleh atas dasar hak imunitas dan mereka melakukan tugas kedewanan di parlemen," beber Zainudin.

Namun, kemudian ketika anggota dewan tersebut melakukan pelecehan seksual, sekali pun di dalam gedung parlemen, hak imunitas tidak bisa melindunginya. Karena apa yang dilakukan oleh anggota dewan tersebut adalah perbuatan pidana di mana hak imunitasnya tidak bisa menghapus pidana yang telah dilakukan.

Hal-hal seperti itulah terangnya, yang harus dipertimbangkan, dikaji lagi dalam memahami makna hak imunitas. Para pakar pun tambahnya sudah banyak yang menyinggung soal hak imunitas ini.

"Harusnya hal-hal seperti itu dipertimbangkan. Jadi kami melihat bahwa Mabes Polri ini terlalu menggampangkan masalah, karena hak imunitas kasus (pidana Viktor Laiskodat) tidak dilanjutkan sedangkan meme-meme kecil (yang buat masyarakat) di media sosial pasti akan dipenjara mereka," ucap Zainudin.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak mengatakan, Bareskrim tidak melanjutkan kasus ujaran kebencian dengan terlapor Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR, Viktor Laiskodat. Menurutnya, pidato Viktor yang dipermasalahkan dan dilaporkan ke Bareskrim dilakukan pada saat anggota DPR itu melaksanakan reses.

Pada saat itu, Bareskrim menilai, Viktor memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR. "Itu kita dapat informasi bahwa dia laksanakan pada saat reses dan melaksanakan tugas ada surat tugas. Sehingga berlaku hak imunitas diatur UU MD3. Itu berarti hak imunitas anggota DPR," kata Nahak di gedung LIPI, Jakarta, Selasa (21/11).

Viktor dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1 Agustus lalu. Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menyebutkan ada empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN yang diduga mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement