Rabu 22 Nov 2017 11:04 WIB

Penerbangan di Bali Masih Lancar

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pengungsi Gunung Agung berada di tempat penampungan GOR Suwecapura, di Klungkung, Bali, Selasa (21/11).
Foto: EPA-EFE / Made Nagi
Sejumlah pengungsi Gunung Agung berada di tempat penampungan GOR Suwecapura, di Klungkung, Bali, Selasa (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Laman Magma Indonesia milik Badan Geologi dan Mitigasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan Volcano Observatory Notice for Avition (VONA) dari kuning menjadi oranye. VONA adalah peringatan bahaya bagi pesawat untuk melintas di atas Gunung Agung.

Kode VONA dikeluarkan sebagai panduan arah perjalanan penerbangan supaya pesawat menghindari zona oranye, atau zona tertinggi berkode merah yang sangat membahayakan penerbangan. Ini karena ada lontaran atau sebaran partikel abu vulkanik yang sangat halus di udara dan bisa menyebabkan kerusakan pada turbin pesawat, hingga memicu terjadinya kecelakaan.

VONA oranye berarti sudah ada lontaran abu vulkanik di udara yang berada di bawah seribu kaki, sementara VONA merah berarti lontaran abu vulkaniknya sudah lebih dari seribu kaki. Meski demikian, kewenangan untuk melarang melintas di jalur udara, termasuk di atas Gunung Agung berada di tangan otoritas bandara.

Communication & Legal Section Head Bandara I Gusti Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim mengatakan operasional penerbangan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai tetap normal hingga Rabu (22/11) siang. Otoritas terkait terus melakukan pemantauan visual, khususnya laporan pilot.

"Penerbangan dari dan menuju Bali masih normal. Isu soal gangguan penerbangan Lombok-Denpasar juga kami pastikan tidak ada indikasi debu vulkanik," kata Arie di Mangupura, Badung, Rabu (22/11).

Arie mengatakan informasi dari Badan Meterologi Klimatologi Geofisika (BKMG) menyebutkan pergerakan angin masih ke timur cenderung ke tenggara. Kondisi masih aman untuk pesawat lepas landas (take off) dan mendarat (landing).

"Kondisi bandara sejauh ini lancar dan aman. Asap hasil erupsi kemarin menurut laporan BMKG tidak terdeteksi. Mungkin karena partikelnya sangat tipis," kata Arie.

Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV Kelas I Ngurah Rai, Herson menambahkan otoritas sudah mengantisipasi tindakan yang diambil sesuai standar prosedur operasional (SOP) yang berlaku. Potensi abu vulkanik yang mengganggu penerbangan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sampai saat ini belum terdeteksi.

"Penutupan bandara baru akan dilakukan jika ditemukan abu vulkanik di landasan berkoordinasi dengan BMKG, Pusat Pengamatan Debu Vulkanik (VAAC) Darwin Australia, dan laporan visual pilot," kata Herson.

Gunung suci umat Hindu Bali mengeluarkan asap hitam cukup tebal setinggi 700 meter setelah letusan freatik terjadi Selasa (21/11) sore. Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma.

Letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang ada di dalam kawah. Letusan tipe ini sulit diprediksi karena bisa terjadi tiba-tiba, bahkan tanpa disertai tanda berupa meningkatnya aktivitas kegempaan. Sejumlah gunung berapi di Indonesia bahkan meletus freatik saat status gunung masih di level dua atau waspada, seperti letusan Gunung Dempo, Dieng, Marapi, Gamalama, dan Merapi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement