REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengakui konsekuensi dari penahanan Ketua DPR Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdampak pada posisinya sebagai Ketua DPR. Namun demikian, Agus mengatakan kewenangan untuk melakukan pergantian pimpinan sepenuhnya dilakukan oleh Fraksi Partai Golkar.
"Untuk status Pak Setya Novanto yang punya kewenangan penuh adalah dari Fraksi Partai Golkar, dalam hal ini Partai Golkar sendirilah yang bisa menarik, mengusulkan, dan juga mempertahankan ataupun memang akan menggantinya," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (20/11).
Agus mengatakan sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 memang Novanto tetap dapat menjabat sebagai Ketua DPR selama status hukumnya belum berkekuatan tetap atau inkrah. Namun jika sudah inkrah, maka Novanto harus segera diberhentikan.
Namun demikian, Agus mengatakan dalam hal ini Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga memiliki wewenang dalam memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Novanto atas kasus hukum di KPK tersebut. MKD kata Agus, di dalamnya terdapat seluruh fraksi yang nantinya akan membahas terkait dugaan pelanggaran etik tersebut.
"Ini pun semua kita serahkan kepada MKD. Kita ketahui di MKD kan seluruh fraksi juga ada, jadi paling tepat yang punya keweangan penuh dari Fraksi Golkar," ujarnya.
Agus melanjutkan, karena itu yang paling tepat adalah masyarakat yang mengadukan ke MKD. Hal ini jika masyarakat melihat ada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto terkait kasus hukumnya tersebut. Baru kemudian MKD menerima usulan dari masyarakat tersebut.
"Sebenarnya yang paling ampuh itu dari usulan masyarakat. Bahwa hal ini yang terbaik itu masyarakat yang melaporkan ke MKD. Kalau yang melaporkan anggota dewan itu malah kurang pas dan kurang tepat, yang paling tepat adalah masyarakat," ujar politikus Partai Demokrat tersebut.