Senin 20 Nov 2017 05:01 WIB

Halal Lifestyle

Adiwarman Karim
Foto: Republika/Da'an Yahya
Adiwarman Karim

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adiwarman A Karim

Indonesia memang unik. Denys Lombard, peneliti École des Hautes Études en Sciences Sociales, dalam buku Le carrefour javanais: Essai d'histoire globale menulis tidak ada satu pun tempat di dunia ini yang seperti di Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, hidup berdampingan menjadi satu atau lebur menjadi satu.

Kesadaran akan pentingnya nilai-nilai syariah dalam kehidupan menjelma menjadi gaya hidup halal. Besarnya pasar Indonesia telah mendorong banyak perusahaan besar untuk pertama kalinya mencantumkan sertifikat halal pada produknya.

Penelitian Thomson Reuters dengan data tahun 2015 menarik untuk dicermati. Penelitian ini menyusun peringkat negara terbesar pengeluaran untuk produk halal (expenditure rank) dan peringkat negara terbesar penyedia produk halal (player rank).

Dalam penelitian ini, Indonesia memiliki expenditure rank tinggi, selalu masuk 10 besar, tetapi memiliki player rank yang rendah. Untuk industri makanan-minuman halal, Indonesia menempati expenditure rank peringkat pertama. Namun, dari sisi player rank, peringkat Indonesia tidak masuk 10 besar. Pasar besar tanpa diimbangi oleh produsen domestik yang besar pula. Merek-merek lokal belum berkiprah banyak mengisi pasar domestik.

Untuk industri kosmetik dan obat halal, Indonesia memiliki expenditure rank peringkat keempat. Namun, dari sisi player rank, Indonesia menduduki peringkat kedelapan. Korea dan Jepang tampak serius menggarap segmen pasar ini.

Untuk industri halal fashion dan halal travel, Indonesia menempati expenditure rank peringkat kelima. Namun, dari sisi player rank, peringkat Indonesia juga tidak masuk 10 besar. Turki tampak menekuni segmen ini.

Sajadah Turki mulai menggusur sajadah Cina. Jilbab Turki juga digemari pasar Indonesia, bahkan head scarf Italia juga banyak digunakan sebagai jilbab.

Untuk industri media dan hiburan, expenditure rank Indonesia pada peringkat keenam. Dari sisi player rank, Indonesia tidak masuk 10 besar. Untuk industri keuangan syariah, expenditure rank Indonesia berada di peringkat ke-10, sedangkan player rank-nya menduduki peringkat ke-10.

Secara makroekonomi, fenomena ini menyebabkan tingginya impor produk-produk halal yang tidak diimbangi oleh ekspor produk halal. Ini menimbulkan dua dampak terhadap perekonomian Indonesia. Pertama, dampak terhadap devisa Indonesia yang tergerus untuk mengimpor produk-produk halal. Kedua, dampak terhadap usaha kecil menengah Indonesia yang tertekan oleh masuknya barang-barang impor.

Secara global, total industri halal mencapai 3,84 triliun dolar AS pada tahun 2015 dan diperkirakan mencapai 6,38 triliun pada 2021. Halal food mencapai 1,17 triliun pada 2015 dan mencapai 1,91 triliun pada 2021.

Halal travel sebesar 0,15 triliun pada 2015 dan 0,24 pada 2021. Halal fashion sebesar 0,24 triliun pada 2015 dan 0,37 triliun pada 2021. Halal media dan hiburan sebesar 0,19 triliun pada 2015 dan 0,26 triliun pada 2021. Halal kosmetik dan obat-obatan mencapai 0,08 triliun pada 2015 dan 0,13 triliun pada 2021.

Besarnya pasar global produk halal merupakan peluang bagi Indonesia. Kemampuan Indonesia untuk mengembangkan produsen produk halal oleh karenanya juga akan memberi dua dampak, yaitu pada penghematan devisa dan peningkatan peran usaha kecil dan menengah.

Dampak ini akan semakin penting dan krusial dengan semakin besarnya permintaan domestik Indonesia yang didorong oleh dua hal. Pertama, semakin besarnya kelompok menengah dan usia produktif. Kedua, semakin kuatnya daya beli masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement