REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Maruli Apul Hasoloan mengatakan, telah menyiapkan kerangka action plan untuk menjamin pelaksanaan konsensus perlindungan pekerja migran di Asia Tenggara. Konsensus tersebut disepakati melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN di Manila, Filiphina pada Selasa (14/11) lalu.
''Action plan masing-masing negara, akan terlebih dulu dipelajari dan direview oleh ASEAN Committee of Migrant Worker (ACMW)," jelas Maruli di Jakarta pada Jumat (17/11).
Maruli mengatakan, masing-masing negara akan membuat laporan kemajuan pelaksanaan action plan. Selain itu, 10 negara yang sepakat dengan ASEAN Consensus on the Promotion and Protection of the Right of Migrant Workers akan memberikan contoh praktik dalam perlindungan pekerja migran yang merujuk pada konsensus tersebut.
"Adapun isi konsensus tersebut berkaitan dengan hak pekerja migran, kewajiban negar apengirim, serta kewajiban negara penerima pekerja migran. Salahsatu hak pekerja yang penting, yaitu hak untuk mendapatkan kesetaraan hukum ketika ditahan atau dipenjara saat menunggu masa sidang atau ketika ditahan untuk alasan lainnya," jelas Maruli.
Selain itu, pekerja migran berhak mendapatkan remunerasi, tunjangan dan penghasilan yang layak dan adil. Lalu, kata Maruli, pekerja juga berhak mengajukan keluhan atau membuat pernyataan terkait perselisihan perburuhan, sesuai hukum yang berlaku di negara penerima. Pekerja pun, memiliki hak berkumpul dan berserikat dengan asosiasi atau organisasi pekerja sesuai aturan yang berlaku di negara penempatan.
"Negara pengirim bertanggungjawab memberikan program orientasi sebelum keberangkatan yang didalamnya berisi tentang hak asasi manusia, hak ketenagakerjaan, kondisi pekerjaan, hukum, sosial, budaya dan sebagainya terkait negara penerima," kata Maruli menambahkan.
Terakhir, dia menegaskan, negara penerima pekerja migran juga bertanggungjawab menjamin HAM dan hak dasar serta martabat pekerja migran dengan memberikan perlakuan yang adil dan mencegah perlakuan yang kasar, kejam dan siksaan. Selain itu, negara penerima wajib membuat program untuk meningkatkan pemahaman prosedur dan peraturan negara penerima.