Kamis 16 Nov 2017 20:00 WIB

Kota Tasikmalaya Darurat Perlindungan Anak

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Kekerasan pada anak (ilustrasi).
Foto: wikipedia
Kekerasan pada anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya menetapkan status darurat perlindungan anak. Penyebabnya karena timbulnya berbagai kasus pelanggaran maupun kejahatan terhadap anak yang makin variatif. Diperlukan upaya serius pemerintah guna menanggulangi hal tersebut.

Ketua KPAD Eki Baihaqi mengatakan berdasarkan data yang diperolehnya dalam kurun waktu dua tahun terkahir antara 2014-2015, ditemukan 60 kasus pelanggaran hak anak. Data tersebut, kata dia, hanya merupakan yang terungkap ke permukaan. Padahal masih banyak kasus anak yang justru tenggelam karena banyak faktor, salah satunya ketidaktahuan masyarakat untuk melaporkannya.

"Jumlah pelanggaran itu hanya berdasarkan laporan saja karena sesungguhnya masih banyak dugaan pelanggarna hak anak yang belum terlaporkan atau belum diketahui," katanya pada wartawan dalam salah satu seminar, Kamis (16/11).

Ia menyontohkan bentuk pelanggaran terhadap anak yaitu kekerasan seksual, kekerasan fisik, penelantaran dan eksploitasi. Kondisi diperparah karena ia menemukan kasus kekerasan seksual justru menimpa anak usia SD dan SMP. Belum lagi, terdapat 210 anak di Kota Tasik yang terdata sebagai pekerja.

Satu kasus perdagangan anak dan dua kasus anak berhadapan anak juga ikut menjadi pantauan KPAD. "Hingga pada akhirnya didasarkan keadaan itu semua pihak berkesimpulan bahwa kini Kota Tasik berada pada kondisi darurat perlindungan anak," ujarnya.

Sebagai lembaga yang baru dibentuk pada 2015, tentu kondisi ini menjadi tantangan tersendiri. Apalagi dari sekitar 719 ribu penduduk Kota Tasik di tahun 2016, 212 ribu di antaranya berusia anak. Itru artinya, kata dia, berarti 30 persen dari seluruh penduduk Kota Tasik masuk kategori anak alias belum genap berusia 18 tahun.

Respons Kota Tasik dalam menyikapi permasalahan anak tertuang dalam Perda nomor 8 tahun 2015 tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PP-PA) dan Perwalkot nomor 102 tahun 2016 terkait petunjuk teknis atas Perda PP-PA itu. "Penanganan permasalahan anak dilakukan secara bersama semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk membangun lingkungan protektif, jadi semua pihak mengambil tanggungjawab perlindungan anak," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement