Jumat 10 Nov 2017 21:28 WIB

Museum Tani Harap Koleksi Peralatan Tradisional Seluruh Jawa

Museum Tani Jawa.
Foto: jogjaprov.go.id
Museum Tani Jawa.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pengelola Museum Tani Jawa di Desa Wisata Candran, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berharap dapat mengoleksi alat-alat pertanian tradisional dari seluruh daerah di Jawa.

"Selain alat pertanian tradisional dari Bantul, ada juga dari Bojonegoro, makanya kami berharap, kami namakan Museum Tani Jawa Indonesia ini sebetulnya koleksinya bisa dari seluruh Jawa," kata Pengelola Museum Tani Jawa Candran Kristyo Bintoro di Bantul, Jumat (10/11).

Menurut dia, Museum Tani Jawa yang didirikan sejak 1998 sampai sekarang sudah memiliki koleksi sekitar 600 aklt pertanian tradisional, misalnya garu alat untuk meratakan tanah, alat bajak tradisional, cangkul, arit dan gosrok alat untuk menyiangi rumput.

Ia mengatakan, harapan agar museum tani ini terdapat koleksi alat pertanian tradisional dari Jawa, karena bisa mewariskan kejuangan petani tempo dulu dari berbagai daerah di Jawa, mengingat bentuk dan konstruksinya berbeda di tiap daerah.

"Misalnya cangkul yang ada di Yogyakarta itu beda dengan Wonosobo, beda dengan di Klaten, apalagi cangkul yang untuk pegunungan beda lagi, bentuk dan konstruksinya. Saat ini ada yang dari Klaten, dari Bojonegoro seperti lumpang untuk menumbuk jagung ada di tempat kita," katanya.

Kristyo menjelaskan, alat pertanian tradisional yang ada di museum itu merupakan sumbangan dari masyarakat petani, bahkan pihaknya belum pernah membeli, karena memang koleksi itu ketika berada di petani tidak menjadi wahana untuk belajar.

"Makanya di museum ini spirit masyarakat dikasihkan ke museum tani ini harapan kita alat itu sebagai salah satu bentuk menceritakan tempo dulu, bahwa alat itu memiliki nilai sejarah yang panjang sampai hari ini," katanya.

Apalagi, kata dia, berbicara tentang petani itu sebetulnya petani tidak bodoh, petani selalu belajar bagaimana tentang astronomi, tentang cuaca kalau yang kalau di pertanian itu disebut pranoto mongso, bagaimana perkiraan waktu mulai tanam petani selalu belajar itu.

Selain itu, kata dia, petani juga belajar sebagaimana seorang dokter, karena agar tanamannya tidak merasakan sakit karena penyakit atau hama, petani meyemprot obat untuk pencegahan kemudian pada saat tanaman kena wereng dia mengobati.

"Sebetulnya petani selalu belajar bagaimana budi daya tanaman, kemudian belajar membangun kedaulatan pangannya itu. Dan makanya di desa wisata ini ada festival memedi sawah (orang-orangan sawah) itu sebetulnya perwujudan dari petani itu," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement