REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Ikan badut 'Nemo' air tawar, Botia asal Sumatra Selatan laris di pasar luar negeri pada 2017 dengan mencetak pertumbuhan eskpor hingga 9 persen jika dibandingkan 2016. Kepala Seksi Pengawasan Balai Karantina Ikan Sumatera Selatan Erick Ariyanto mengatakan, ikan bernama latin Chromobotia macracanthus itu pada periode Januari - Oktober 2017 telah dikirim ke luar negeri sebanyak 424.450 ekor, sementara tahun lalu hanya 387.887 ekor.
"Ikan ini semakin diminati karena lucu seperti layaknya ikan Nemo yang ada di Film Finding Nemo. Ikan ini berenang secara bergerombol, meliuk-liuk, saling berkejaran. Menariknya lagi, saat tidur, ikan ini tergeletak," kata dia.
Bukan hanya di pasar luar negeri yang laris, ikan ini juga diminati di dalam negeri yang tergambar dari peningkatan pertumbuhan hingga 61 persen selama periode 2016-2017. Pada periode Januari-Oktober 2017 diketahui terdapat 118.792 ekor Ikan Botia yang dikirim ke luar wilayah Sumatera Selatan. Jika dibandingkan tahun 2016 tentunya terjadi peningkatan karena hanya 73.507.
Banyak jenis dari Ikan Botia namun yang paling terkenal adalah Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) yang berasal Indonesia dan itu hanya terdapat di perairan Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Ikan ini memiliki corak warna yang indah berbalurkan warna hitam, orange kemerahan bersirip merah. Ikan Botia juga termasuk ikan yang berumur panjang karena dalam habitat aslinya dapat berumur hingga 20 tahun.
Di Indonesia, ikan ini hanya berharga Rp 5.000-Rp 8.000, namun di luar negeri harganya bisa naik 2-3 kali lipat. Semua Ikan Botia yang dikirim dari Sumatra Selatan untuk memenuhi pasar domestik dan luar negeri merupakan hasil tangkapan dari alam.
Terkait ini pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2014 sudah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 21 tahun 2014 tentang larangan mengeluarkan benih ikan Botia dibawah 3,5 cm dan Ikan Botia diatas 10 cm.
"Hal ini semata-mata untuk menjaga kelestarian Ikan Botia agar dapat di nikmati anak cucu kita nanti," kata dia.
Namun, kehidupan ikan ini mulai terancam karena adanya zonasi wilayah industri, pertanian, perkebunan yang mengabaikan habitat hidup ikan di sungai-sungai di wilayah Sumatra Selatan. "Banyak keluhan dari masyarakat dan nelayan di pinggiran Sungai Musi mulai kesusahan mencari berbagai jenis ikan, padahal 10-20 tahun yang lalu ikan-ikan itu mudah di dapat termasuk Ikan Botia," kata dia.
Berbagai cara dilakukan untuk melestarikan ikan ini, budidayanya pun di beberapa daerah sudah mulai dikembangkan, namun hasilnya belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Oleh karena itu perlu kebijakan yang tepat dalam mendukung pengembangan ikan hias yang satu ini karena inilah satu-satunya ikan hias asli perairan Sumatra Selatan yang diperhitungkan dunia.