Rabu 08 Nov 2017 07:30 WIB

Ketum Al Irsyad: Putusan MK tak Sesuai dengan Pancasila

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, KH Abdullah Djaidi
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ketua umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, KH Abdullah Djaidi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Abdullah Djaidi, mengatakan tidak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi pengosongan kolom agama bagi penganut kepercayaan. Dari putusan tersebut, warga negara yang menganut aliram kepercayaan dapat dicantumkan pada kolom agama dk KTP-elektronik ( KTP-el).

Ia mengatakan, putusan tersebut bisa menimbulkan gesekan pada komunitas atau tingkat hubungan kemasyarakatan dengan pihak-pihak yang menyatakan dirinya sebagai aliran kepercayaan. "Aliran kepercayaan tidak sejajar dengan agama. Karenanya, tidak patut dimasukkan dalam kolom agama di KTP," kata Abdullah, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/11) malam WIB.

Ia mengatakan, hal tersebut telah menjadi polemik sejak dulu. Saat paratokoh Islam tidak menyetujui dan mempertanyakandasar dari aliran kepercayaan masuk dalam kolom agama di KTP. Sikap tersebut, menurutnya, bukan berarti mereka tidak memberikan ruang kepada para penganut kepercayaan.

Namun, para tokoh agama justru mempertanyakan definisi dari aliran kepercayaan itu. Ia mengatakan, sebuah kepercayaan pada dasarnya menyangkut keimanan. Namun, ia menegaskan agar kepercayaan itu tidak bertentangan dengan aturan yang tertera dalam Pancasila.

Karena itu, ia mempertanyakan dasar dari keputusan MK mengesahkan uji materi para penganut kepercayaan tersebut. Menurutnya,MK harus jeli melihat apakah kepercayaan itu bertentangan atau tidak dengan Pancasila.

"Kepercayaan itu kepada siapa. Kalau umat beragama sudah jelas. Keimanan itu menyangkut keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai sila pertama. Kalau tidak, berarti tidak sesuai dengan falsafah negara," tambahnya.

Selain itu, Abdullah mengatakan dengan dicantumkannya penganut kepercayaan di kolom agama KTP dikhawatirkan bisa menyuburkan hidupnya berbagai macam aliran kepercayaan. Yang nantinya, kata dia, akan mempersulit kondisi masyarakat itu sendiri.

Dengan mentolelir aliran kepercayaan pada kependudukan sipil, dinilainya akan memunculkan beraneka ragam aliran kepercayaan lainnya. "Nantinya akan jadi PR baru dalam hubungan masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, pada Selasa (7/11), MK memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kata 'agama' yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk 'kepercayaan'.

Uji materi terhadap pasal-pasal tersebut diajukan oleh empat orang pemohon. Mereka adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement