REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai, KPK tak perlu takut mendapat serangan atas penetapan status tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov). "KPK tak perlu risau penetapan (tersangka) dipersoalkan," kata dia kepada Republika, Selasa (7/11).
Hifdzil menilai, KPK harus benar-benar mempelajari praperadilan yang membatalkan status tersangka Setnov pada kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el). Ia mengatakan, persoalan penetapan status tersangka pada Setnov beberapa waktu lalu, karena cepatnya perubahan status Ketua DPR RI setelah keluar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Hal itu membuat banyak orang berasumsi KPK tak memenuhi unsur formalitas penetapan tersangka. KPK perlu belajar betul, hati-hati betul dalam penetapan," ujar dia.
Hifdzil menilai, KPK perlu mamastikan alat bukti cukup menjerat Setnov sebagai tersangka. Pun menurut dia, penetapan status tersangka harus berdasarkan kejelasan ihwal prosedur, persuratan, gelar perkara.
Menurut Hifdzil, KPK perlu menyiapkan pasal yang disangkakan sesuai apa yang diperiksa. Tujuannya, menghindari praperadilan kasus tersangka berulang kembali.
Apabila penetapan status tersangka sesuai prosedur unsur formalitas, maka KPK tak perlu risau. Pun ia beranggapan KPK tak perlu takut mendapat serangan pelemahan-pelemahan. "KPK sejak lama sudah dikriminalkan, mereka punya pengalaman soal itu, jalan lurus saja," tutur Hifdzil.
SPDP bernomor LKTPK-63/KPK/10/-2017 terhadap Setnov beredar beberapa waktu lalu. SPDP teranggal 26 Oktober 2017juga mencantumkan dasar surat perintah penyidikan dengan nomor Spin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017. Sprindik ditandatangani Direktur Penyidik KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman.