REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menuturkan institusinya tidak menemukan adanya konflik kepentingan di tubuh kepolisian dalam mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan dengan air keras pada 11 April lalu. "Kami tidak menemukan kejanggalan atau dugaan konflik kepentingan ketika polisi mengungkap kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (5/11).
Poengky mengungkapkan, Polda Metro Jaya sebagai institusi yang menangani kasus penyerangan Novel, menggunakan scientific crime investigation dalam penanganan kasus tersebut. Dari situlah, bukti-bukti dan saksi-saksi yang mengarah ke pelaku itu sangat sedikit.
Ada sekitar 60 saksi yang telah diperiksa oleh penyidik terkait peristiwa penyerangan Novel. Dalam pemeriksaan tersebut, tutur Poengky, ternyata tidak ada yang melihat secara langsung wajah pelaku. Bahkan penyidik juga telah memeriksa lebih dari 38 CCTV yang ada di sekitar TKP tapi belum memberikan hasil.
"Penyidik mendapatkan bantuan dari Australian Federal Police, tapi memang masih belum diperoleh bukti-bukti kuat yang menggiring ke arah tersangka," kata dia.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan semestinya penanganan kasus Novel itu tidak hanya mengusut kejadian pada hari saat peristiwa terjadi, tapi harus mencakup seluruh rangkaian peristiwa teror dan pengancaman terhadap Novel. Bahkan, termasuk teror terhadap penyidik KPK yang lain.
"Semua rangkaian peristiwa teror dan pengancaman terhadap Novel, bahkan juga teror kepada penyidik KPK yang lain serta teror terhadap KPK secara keseluruhan, itu harus dilihat dan diperiksa juga," tutur dia.