Sabtu 04 Nov 2017 10:59 WIB

Polda Temukan Unsur Korupsi Reklamasi

Nelayan dan proyek reklamasi (ilustrasi)
Foto: Republika
Nelayan dan proyek reklamasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya telah menyelesaikan gelar perkara dugaan tindak pidana terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta. Hasilnya, para penyidik sepakat menaikkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan dengan dugaan sementara terkait korupsi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menyatakan, Ditkrimsus telah menemukan bukti yang menunjukkan adanya unsur pidana dalam proyek tersebut selepas gelar perkara pada Kamis (2/11). "Setelah gelar perkara ternyata itu merupakan tindak pidana. Kita naikan jadi penyidikan, ya. Jadi saat ini yang dikenakan masalah korupsi," kata Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jumat (3/11).

Menurut Argo, penyidik Polda Metro Jaya menemukan indikasi pelanggaran unsur Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam proyek reklamasi. Kedua pasal tersebut mengatur hukuman pidana terhadap pihak-pihak yang “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Meski sudah menemukan indikasi dan menaikkan ke tingkat penyidikan, Argo belum menjelaskan pihak-pihak yang terseret. Penyidik Polda Metro Jaya juga masih akan meneliti lebih jauh soal jumlah kerugian negara dalam kasus tersebut.

"Tentunya membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut tentang apakah ada kerugian negara atau tidak gitu, apakah saat pelaksanaan lelang NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) itu sesuai aturan atau tidak," kata Argo. Keterangan ini, menurut Argo, didapat dari keterangan saksi di lapangan dan barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya.

Argo juga belum membeberkan lebih lanjut terkait lokasi pulau reklamasi yang terdapat unsur pidana korupsi tersebut. “Kita akan minta keterangan orang-orang yang terlibat nanti arahnya akan terlihat ke Pulau D, Pulau C, atau yg lain," kata Argo.

Pulau C dan Pulau D, juga Pulau E dikeluarkan izin pelaksanaannya oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 2010. Saat itu, konsesi pulau-pulau tersebut diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group.

Pada Juli 2016, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat memerintahkan penyegelan kedua pulau tersebut karena telah dilakukan pendirian bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh pihak pengembang.

Izin pembangunan Pulau C dan Pulau D kemudian diterbitkan kembali saat Basuki Tjahaja menjelang lengser dari gubernur DKI pada April 2017.

Pada Agustus 2017 lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau C dan Pulau D atas nama Pemprov DKI Jakarta pada Juni 2017 dan diserahkan Presiden Joko Widodo secara simbolis pada Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pada 20 Agustus 2017.

Empat hari kemudian, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D. Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Badan Pajak dan Retribusi (BPRD) DKI kemudian menetapkan NJOP Pulau C dan D hasil reklamasi Teluk Jakarta sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi. NJOP ini jauh berada di bawah asumsi sebelumnya di kisaran Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan bulan lalu juga mencabut moratorium pengerjaan pulau-pulau itu yang sebelumnya diterbitkan pendahulunya Rizal Ramli pada 2016.

Kombes Argo Yuwono menjanjikan, polisi akan memanggil semua pihak yang terkait dengan dugaan korupsi di Teluk Jakarta. Termasuk di antaranya pada pengembang dan pejabat negara. "Namanya korupsi pasti ke... (pejabat) ya, sedang kita cari kan penyidik kita masih mencari siapa pelakunya ya," kata Argo.

Penyelidikan dugaan korupsi oleh korporasi terkait Reklamasi Teluk Jakarta ini juga diolah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini merupakan pengembangan kasus suap pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Dengan demikian, terjadi dua penyelidikan terkait kasus dugaan korupsi dugaan reklamasi ini. Ketika ditanya soal dualisme penyidikan antara KPK dan Ditkrimsus Polda Metro Jaya ini, Argo masih enggan berkomentar.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengungkapkan KPK sedang melakukan penyelidikan baru kasus suap pembahasan Raperda RTRKSP. Pengembangan tersebut dilakukan untuk mendalami peran korporasi dalam kasus korupsi Raperda RTRKSP. Saut menuturkan,dalam pengusutan keterlibatan korporasi, penyidik juga akan melihat kerugian dari kerusakan lingkungan yang muncul akibat megaproyek pulau buatan tersebut.

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Saefullah juga sempat mendatangi gedung KPK Jakarta pada Jumat (27/10). Ia mengklaim diminta membawa dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang disusun Pemprov DKI serta Surat Plt Dirjen Planologi tentang Validasi KLHS untuk Raperda RTRKSP.

Dalam surat pemanggilannya, tertulis pemanggilan Saefullah untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan korporasi dalam perkara pemberian janji atau hadiah terkait pembahasan Raperda RTRKSP pada 2016. Namun, dalam surat tersebut tidak dicantumkan korporasi yang dimaksud.

Wakil Ketua DPRD Jakarta M Taufik juga lebih dari delapan jam diperiksa oleh penyidik KPK pada Selasa (31/10). Kepada wartawan, Taufik mengungkapkan, dicecar sekitar 12 pertanyaan, salah satunya adalah terkait korporasi yang menggarap reklamasi Pulau D dan Pulau G.

Selain itu, menurut Taufik, tim penyelidik juga mengonfirmasi kontribusi tambahan 15 persen oleh Pemprov DKI kepada para pengembang yang menggarap proyek reklamasi, yang sempat mencuat saat kasus suap Raperda Reklamasi masih bergulir.

(Arif Satrio Nugroho/Dian Fath Risalah, Tulisan diolah oleh Fitriyan Zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement