Kamis 02 Nov 2017 13:22 WIB

Buruh Berencana Gugat Keputusan UMP DKI ke PTUN

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Andi Nur Aminah
Demo Buruh. Sejumlah massa yang tergabung dalam koalisi buruh melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (31/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Demo Buruh. Sejumlah massa yang tergabung dalam koalisi buruh melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA -- Pihak buruh kecewa dan tidak menerima keputusan Gubernur DKI Anies Baswedan terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2018. Buruh menilai keputusan ini tidak adil dan berencana akan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kita kecewa berat dan kita sedang konsolidasi dengan federasi-federasi (buruh) yang ada di Jakarta untuk menyikapinya, kemungkinan kita akan gugat ke PTUN," kata anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh Jayadi saat dikonfirmasi, Kamis (2/11).

Jayadi mengatakan, semua pimpinan sebanyak 14 federasi buruh di Jakarta akan berkumpul selama dua hari ke depan. Mereka akan memutuskan langkah yang akan diambil sebagai sikap 'perlawanan' kepada Pemprov DKI. Mereka tak menerima penetapan UMP 2018 yang dianggapnya pro-pengusaha.

Angka UMP yang ditetapkan Anies-Sandi persis seperti yang diusulkan dari unsur pengusaha yakni Rp 3.648.035. Sementara usulan dari buruh, kata Jayadi, tidak digubris sama sekali. Dia menyesalkan sikap Anies dan Sandi yang tidak memperhatikan suara buruh. "Itu (UMP) 100 persen (pro) pengusaha, tidak ada lagi angka yang kita ajukan dipakai. Ini yang buat buruh kecewa berat," ujar dia.

Jayadi menyesalkan, Anies-Sandi tak mengindahkan kontrak politik yang pernah ditandatanganinya dengan buruh DKI saat kampanye Pilkada DKI. Saat itu, klaim dia, Anies dan Sandi menandatangani kontrak politik untuk tidak menggunakan PP 78 Tahun 2015 sebagai acuan. "Ada 10 tuntutan yang ditandatangani. Nomor 1 penetapan UMP DKI tidak mengacu PP 78 itu," katanya.

Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan UMP untuk tahun 2018 sebesar Rp 3.648.035. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menilai, angka itu cukup adil untuk kedua belah pihak yakni buruh dan pengusaha. "Semua pasti punya posisi sendiri, kami pemerintah punya kewenangan dan melihat serta mengakomodir semua masukan (dari dua pihak)," kata Sandi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement