Selasa 31 Oct 2017 23:29 WIB

KPK Rampungkan Berkas, Gubernur Sultra Segera ke Pengadilan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Gubernur (nonaktif) Sulawesi Tenggara Nur Alam selaku tersangka berjalan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/9).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Gubernur (nonaktif) Sulawesi Tenggara Nur Alam selaku tersangka berjalan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengungkapkan, penyidik KPK telah merampungkan berkas penyidikan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif, Nur Alam. Penyidik KPK pun telah melimpahkan berkas Nur Alam kepada jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk dilanjutlan ke tahap penuntutan.

"Hari ini (31/10) telah dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka NA dalam TPK penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sultra dalam Persetujuan dan penerbitan IUP di wilayah Provinsi Sultra tahun 2008 - 2014 ke penuntutan atau tahap dua," ungkap Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (31/10).

Febri menambahkan, pelimpahan tahap dua pada hari ini bersamaan dengan akan berakhirnya masa penahanan terakhir untuk Nur Alam. Setelah pelimpahan berkas, sambung Febri, JPU KPK mempunyai waktu 14 hari untuk menyusun dakwaan yang akan dibacakan dalam persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, lanjut Febri, sampai saat ini KPK belum dapat memastikan di mana Nur Alam akan menjalani persidangan. KPK masih mengupayakan agar persidangan Gubernur Sultra nonaktif tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Rencana persidangan masih kami pertimbangkan apakah di Jakarta atau Sultra. Jika akan dilakukan di Jakarta, KPK akan proses lebih lanjut ke Mahkamah Agung (MA)," ujar Febri.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan. Gubernur dua periode itu mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.

Nur Alam juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun hakim tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam yang dibacakan pada 12 Oktober 2016 lalu.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp International yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (50 persen saham Richcop) merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement