Selasa 31 Oct 2017 17:17 WIB

Koalisi Buruh Jakarta Tuntut UMP Rp 3,9 Juta

Rep: Sri Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Koalisi Buruh Jakarta
Foto: Republika/Sri Handayani
Koalisi Buruh Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah orang yang mengatasnamakan Koalisi Buruh Jakarta menggelar demonstrasi di depan Gedung Balai Kota Jakarta, Selasa (31/10). Mereka menuntut upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta ditetapkan di angka Rp 3,9 juta.

"Tuntutannya agar UMP DKI di atas PP 78 atau sesuai dengan survei hidup layak yang kita lakukan. Kebutuhan hidup layak (KHL)-nya itu Rp 3,603 juta. Kalau dikalikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, ketemulah angka Rp 3,9 juta," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (31/10).

Sayangnya, kata Jayadi, pihak pengusaha dan dinas ketenagakerjaan (disnaker) masih menggunakan PP 78 sebagai landasan penetapan UMP. Dengan landasan aturan itu, UMP DKI diperkirakan hanya mencapai Rp3.648.302.

Menurut Jayadi, angka itu tidak sesuai dengan kalkulasi yang dilakukan berdasarkan survei KHL. Menurutnya, pada awalnya survei KHL tertulis sebesar Rp3,145 juta. Angka inilah yang disebit berada di bawah UMP 2017 dan sempat mengejutkan Sandi. Namun, setelah diteliti, ada beberapa komponen yang tidak sesuai dengan hasil survei internal koalisi buruh.

"Itu kan belum kita koreksi. Kemarin sidang tanggal 30 kita koreksi. Ternyata yang dimaksud sewa rumah, listrik, dan transport tidak sesuai. Kita punya bukti-buktinya rekening listrik, uang transport, dan kontrakan," ujarnya.

Sesuai survei koalisi buruh, hasil survei sewa rumah yang awalnya tertulis Rp 850 ribu seharusnya Rp 1 juta. Biaya transportasi awalnya hanya ditulis Rp 450 ribu. Namun, hasil survei menunjukkan biaya mencapai Rp 600 ribu.

Selain itu ada juga biaya listrik yang hanya tertulis Rp 175 ribu, padahal sebenarnya mencapai Rp 300 ribu. Maka, dari total KHL Rp3,145 dikoreksi menjadi Rp3,603 juta.

Sebelumnya, Anggota Dewan Pengupahan DKI dari unsur pengusaha, Sarman Simanjorang, menjelaskan angka dari unsur pengusaha dan pemerintah ditetapkan sesuai dengan PP 78 Tahun 2015, yaitu dengan mengalikan UMP tahun berjalan dengan angka pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi yang disampaikan kemenaker. Sebagai informasi, UMP tahun berjalan mencapai Rp 3.355.750 dan angka laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi berada di angka 8,71 persen.

"Maka yang kami ajukan adalah Rp3.648.035," ujar Sarman Simanjorang di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10).

Sementara, perwakilan serikat pekerja mengusulkan UMP Rp3.917.398. Sarman menjelaskan, angka itu berpedoman pada kebutuhan hidup layak (KHL) yang mereka survei, yakni Rp3.603.531.

Menurut Sarmin, mulanya angka KHL yang disurvei tiga unsur Dewan Pengupahan yakni unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja di lima pasar di Jakarta sebesar Rp 3.149.631. Namun, unsur serikat pekerja melakukan survei sendiri sehingga KHL naik menjadi Rp 3.603.531. Tak ingin berlarut-larut, pihak pengusaha menyepakati angka yang disebutkan pihak buruh.

"Tapi yang bikin survei mereka sendiri akan hasil ini. Kami dari unsur pengusaha tidak ikut survei," kata Sarman.

Sarman mengatakan, penetapan UMP berada di bawah wewenang Anies dan akan diresmikan melalui peraturan gubernur (pergub) yang paling lambat dikeluarkan 1 November. Kini, ada dua angka yang diajukan oleh pihak pemerintah dan pengusaha, serta serikat buruh.

"Jadi Pak Gubernur tinggal memilih dua opsi itu. Kita nggak tahu dengan pertimbangan-pertimbangan lain atau digodhok dengan tim tersendiri. Kita tunggu aja. Kita sih tetap berpedoman ini regulasi bahwa UMP 2018 kami tetap minta supaya pemerintah DKI tetap pada PP 78," kata Sarman.

Kini, Dewan Pengupahan DKI Jakarta telah mengajukan dua angka kepada Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Kedua angka ini menjadi referensi penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2018. Angka yang diusulkan yakni Rp 3.648.035 dari unsur pengusaha dan Rp 3.917.398 dari koalisi buruh.

Survei KHL dilakukan oleh dewan pengupahan yang berasal dari kalangan pekerja, pengusaha, dan disnaker. Survei dilakukan di lima pasar, yaitu Pasar Koja Jakarta Utara, Pasar Santa Jakarta Selatan, Pasar Cengkareng Jakarta Barat, Pasar Cempaka Putih Jakarta Pusat, dan Pasar Jatinegara Jakarta Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement