REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan palsu pada persidang kasus KTP-elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Pada Selasa (31/10) penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap politikus Partai Golkar,Yorrys Raweyai.
Kepada wartawan, Yorrys mengungkapkan dalam pemeriksaan, penyidik mencecar hubungan dirinya dengan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dengan pengacara Rudi Alfonso.
"Artinya begini, (saya juga ditanya) hubungan antara Rudi Alfonso dengan Ketua Umum (Setya Novanto)," kata Yorrys di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/10).
Yorrys pun mengaku tak tahu menahu soal dugaan Rudi dan Markus merancang rencana meminta sejumlah pihak mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), termasuk anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani.
"Tidak (tahu), karena saya sejak April itu kan sudah agak bertentangan dalam proses kasus KTP-el kan, karena saya mendorong untuk segera dituntaskan," ujar Yorrys.
Kepada penyidik, sambung, Yorrys, dirinya juga menjelaskan bahwaRudi merupakan Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP serta Ketua Mahkamah Partai Golkar dan juga merupakan pengacara di partai Golkar.
"Sejak lama (Rudi) menangani masalah-masalah advokasi terhadap Golkar," jelasnya.
Yorrys pun menuturkan selama inihubungan antara Novanto dan Rudi sudah terjalin lama."Sebagai teman yang cukup baik dengan Ketua Umum, sehingga hampir semua kasus-kasus Ketua Umum dan kader Golkar di daerah ditangani bidang hukum (Rudi)," ucapnya.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar MarkusNari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsipengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor IndukKependudukan secara nasional (KTP elektronik).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PengadilanNegeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di PengadilanTindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah,merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Narisebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paketpenerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukansecara nasional (KTP-el) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.