Senin 30 Oct 2017 19:48 WIB

MK Dinilai Harus Buat Aturan Baru Jika Setujui PT 20 Persen

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Dr M Alfan Alfian M Msi,  Direktur Pascasarjana Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Unas.
Foto: Republika/Maman Sudiaman
Dr M Alfan Alfian M Msi, Direktur Pascasarjana Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Unas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pascasarjana Ilmu Politik Univeritas Nasional Alfan Alfian mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus membuat aturan baru jika kemudian menyetujui aturan presidential threshold (PT) atau ambang batas pengajuan Capres sebesar 20 persen pada pemilihan umum (Pemilu) 2019 mendatang. Peraturan yang kemudian membuat Pemilu tak dilakukan serentak.

"Apabila MK menyetujui aturan soal presidential threshold, maka tampaknya harus ada pasal lain yang harus diubah. Karena Pemilunya sudah tidak lagi namanya serentak, yang pemilihan presiden waktunya sama dengan legislatif," kata Alfan dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/10).

Alfan mengatakan, dengan begitu, ketika MK memutuskan untuk PT disetujui, MK harus memberikan pasal baru. Pasal yang menyatakan pemilihan presiden dilakukan setelah pemilu legislatif. Artinyam kembali kepada sistem Pemilu yang lama.

"Bisa saja kemudian MK memberikan penjelasan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden tidak dilakukan dalam waktu yang terlalu lama seperti pelaksanaan konvensional kemarin," jelasnya.

Bisa saja, kata dia, jarak antara pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif bisa saja sekitar satu minggu. Tapi, lanjut Alfan, dengan begitu teknisnya agak rumit karena harus diketahui dahulu secara pasti.

"Kecuali basis perhitungan PT dilihat dari quick count maka bisa dilakukan Pilpres seminggu kemudian. Tapi, kalau menggunakan basis datanya hasil hitungan KPU kan bisa memakan waktu berbulan-bulan juga," ujar dia.

Alfan menyebutkan, hal itu merupakan konsekuensi jika kemudian MK menyetujui adanya PT dalam Pemilu serentak. Konsekuensi yang kemungkinan akan membawa Pemilu serentak itu kembali ke Pemilu yang lalu.

"saya tidak punya gambaran, tetapi konsekuensinya bila kemudian MK memutuskan setuju adanya PT dengan hasil pijakan Pemilu 2014, mau tidak mau memang masyarakat akan banyak kecewa. Tetapi itu menjadi ketetapan hukum yang harus dilaksanakan," jelas dia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement