Senin 30 Oct 2017 10:51 WIB

KPK Dalami Dugaan Keuntungan Korporasi dari Reklamasi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mendalami kemungkinan keuntungan yang diperoleh korporasi dari reklamasi di Teluk Jakarta berasal dari tindak pidana. "Memang kita mau belajar pidana korporasinya tapi saya tidak bisa mengatakan menuju ke sana (keuntungan korporasi dari tindak pidana) cuma lagi mempelajari saja, sedang mendalaminya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Jakarta, Senin (30/10).

KPK saat ini membuka penyelidikan perkara korupsi korporasi terkait reklamasi Teluk Jakarta. KPK pada Jumat (27/10) telah meminta keterangan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan nomor Sprin Lidik-75/01/07/2017 tanggal 25 Juli 2017.

Saefullah dimintai keterangan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan korporasi dalam perkara pemberian hadian atau janji terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) tahun 2016.

"Nah cara menghitungnya itu, jangan lupa KPK masuk dari kerugian negara, kerugian negara dihitungnya seperti apa? Kalau kasus Sulawesi kemarin itu kan ada ahli yang menghitung ada berapa pohon sih yang habis, nah ini mau dihitung nelayan rugi berapa, hitungannya tidak gampang, cara menghitungnya itu para ahli yang tahu berapa kerugiannya," ungkap Saut.

Namun Saut meyakini bahwa bila memang ada tindak pidana, korupsi korporasi tetap dapat terbongkar meski pengurus korporasi itu sudah meninggal. "Kalau pidana korporasi memang itu kalau pelakunya sudah meninggal pun korporasinya masih bisa karena ininya kan pidana korporasi, kalau pelakunya udah meninggal tidak ada masalah," tambah Saut.

Penyelidikan korupsi korporasi itu diakui oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif sebagai pengembangan dari kasus suap mantan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja kepada mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang RTRKSP. "Iya, (pengembangan sebelumnya)," kata Laode.

Dalam pemeriksaan pada Jumat (27/10), Sekda Pemprov Jakarta Saefulah mengaku ditanya mengenai rekalamsi di Pulau G. Pengembang reklamasi di Pulau G adalah PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL). Penyelidik mencari tahu bagaimana proses kajian lingkungan hidup strategis terkait Pulau G, pembangunan di Pulau G memang sempat dihentikan sementara (moratorium) tapi moratorium itu saat ini sudah dicabut.

"Apa saja yang sudah dilakukan terkait dengan waktu itu pencabutan ada beberapa hal, kenapa dilakukan moratorium kan itu ada beberapa hal, alasan-alasannya itu apa saja yang sudah dilakukan. Kemudian kan sudah ada perbaikan terhadap kajian lingkungannya itu, sehingga dicabut moratorium seperti itu aja. Seputar itu aja tadi," kata Saefullah.

Selain itu, penyelidik juga mendalami proses raperda antara Pemda DKI Jakarta dengan DPRD mengenai reklamasi termasuk soal kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang berujung suap terhadap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi dari Dirut PT APL Ariesman Widjaja.

"Tadi diulang lagi pertanyaan yang dulu ya deadlock-nya seperti apa ya. Memang kami enggak sepaham, enggak sepakat antara DPRD, antara eksekutif dan legislatif soal angka 15 persen itu gitu sehingga terjadi case yang sama-sama sudah tahu semuanya itu," ungkap Saefullah.

Sudah ada sejumlah pejabat pemerintah provinsi DKI Jakarta yang diminta keterangan oleh KPK terkait penyelidikan ini antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Tuty Kusumawati; Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah, Gamal Sinurat; serta Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah, Vera Revina Sari.

Menurut Laode, tidak tertutup kemungkinan permintaan keterangan dari pejabat sebelumnya dalam kasus ini termasuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Kalau penyidik atau penyelidik kami menganggap penting pihak-pihak yang dianggap mengetahui akan dimintai keterangan," tambah Syarif.

Pemerintah pada 5 Oktober 2017 lalu sudah mencabut moratorium reklamasi Teluk Jakarta untuk 17 pulau reklamasi. Pencabutan itu dilakukan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan. Moratorium dilakukan pasca terjadinya kasus penyuapan terhadap Sanusi oleh Ariesman Widjaja sebesar Rp 2 miliar, dengan dicabutnya moratorium, maka pembangunan pulau reklamasi bisa dilanjutkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement