Jumat 27 Oct 2017 18:13 WIB

Cari Keluarga Korban Ledakan, Warga Datangi RS Polri

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Elba Damhuri
Petugas Forensik Rumah Sakit Polri membawa jenazah korban ledakan petasan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis, (26/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Petugas Forensik Rumah Sakit Polri membawa jenazah korban ledakan petasan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis, (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu keluarga dari Kecamatan Teluk Naga mencari keluarganya yang menjadi korban ledakan Gudang PT Panca Buana Cahaya. Mansur mencari kakak kandungnya yang bernama Macik.

Macik (46) yang menjadi korban ledakan merupakan pegawai di Gudang petasan PT Panca Buana Cahaya. Macik bekerja di pabrik tersebut selama kurang lebih tiga minggu.

"Saya asli Tangerang datang ke sini bawa lima keluarga, korban kakak saya Ibu Macik. Saya sudah cek di RS di Tangerang tapi gak ada," ucap Mansur di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (27/10).

Mansur mengaku dirinya sudah mencari sang kakak di Rumah Sakit di wilayah Tangerang, namun hingga saat ini belum ditemukan. Ia pun mencari korban hingga RS Polri. Kemarin, Mansur mengaku sudah mencari di RS Polri, namun jenazah korban ternyata belum sampai.

Proses yang sudah dijalani Mansur di posko antemortem di RS Polri adalah melakukan tes DNA serta menyerahkan data-data. Data yang dimaksud yaitu Kartu Keluarga (KK), foto, dan fotokopi KTP. Pihak kepolisian kemudian menyatakan kemungkinan Mansur bisa mendapatkan hasil satu minggu kemudian.

Suami dari Ibu Macik, Siman, mengaku pagi hari sebelum kejadian masih mengantarkan korban menuju tempat kerja. Di hari itu, Macik menggunakan baju berwarna merah, celana biru, dan jilbab.

"Saya 20 menitan dari berita ledakan langsung ke lokasi. Udah keliatan ledakannya. Deket dari rumah. Saya denger ledakan, teriak-teriak, trus saya lari," ucap Siman.

Anak korban, Wawan, bercerita sang Ibu bekerja di bagian merakit petasan. Letak rumah dengan lokasi kejadian memang terbilang dekat, tidak sampai satu kilometer.

Menurut Wawan (17), gaji yang didapat sang Ibu hanya Rp 40 ribu dalam sehari. Pabrik tersebut pun masih baru, belum ada hitungan satu tahun.

"Sudah dilarang sama keluarga. Masalahnya tempat kerjanya tertutup. Kadang (ibu) juga cerita kalau temen-temen kerja suka bercanda nyalain mercon," ucap Wawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement