Rabu 25 Oct 2017 19:11 WIB

Destinasi Wisata Baduy Didorong Agar Mendunia

Seorang warga memotret ribuan warga Suku Baduy yang tengah berjalan kaki menuju Pendopo Kabupaten Rangkasbitung dalam rangka Seba Baduy di Banten, Jumat (28/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Seorang warga memotret ribuan warga Suku Baduy yang tengah berjalan kaki menuju Pendopo Kabupaten Rangkasbitung dalam rangka Seba Baduy di Banten, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Budaya masyarakat Baduy terus didorong untuk lebih mendunia. Apalagi kini ia menjadi andalan destinasi wisata Kabupaten Lebak karena tidak dimiliki oleh daerah lain di Tanah Air.

"Kita mendorong destinasi wisata Baduy mendunia," kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak Hayat Syahida di Lebak, Rabu (25/10).

Pemerintah daerah berkomitmen membangun objek wisata adat masyarakat Baduy yang tinggal di Gunung Kendeng menjadikan destinasi pariwisata Kabupaten Lebak sehingga bisa mendatangkan wisatawan domestik maupun mencanegara. Masyarakat adat Baduy termasuk suku asing, karena mereka membangun kehidupan tersendiri baik di bidang pertanian maupun pergaulan sosial.

Mereka mempertahankan kehidupan adat yang diajarkan dari nenek leluhur, seperti bertani dilarang menggunakan cangkul maupun pupuk kimia. Begitu juga di lingkungan permukiman Baduy Luar dan Baduy Dalam dilarang menggunakan barang perabotan elektronika dan kendaraan.

Mereka menolak pembangunan infrastuktur jalan, jembatan dan penerangan listrik. Namun, masyarakat Badui sangat mencintai pelestarian hutan dan lahan agar hijau serta asri.

Masyarakat Baduy antara lain melarang melakukan penebangan pohon. Sebab, penebangan pohon itu dapat mengakibatkan kerusakan hutan yang pada akhirnya bisa menimbulkan malapetaka seperti bencana alam. Keunikan masyarakat Badui yang juga tetap mempertahankan adat leluhurnya menolak kehidupan modernisasi, telah mendunia dan menjadi daya tarik wisatawan.

Masyarakat Baduy hidup di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar dengan luas lahan 5.110 hektare yang terdiri dari 3.000 hektare hutan adat dan 2.110 hektare permukiman, serta jumlah penduduk di atas 11.000 jiwa.

Masyarakat Baduy Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik menggunakan pakaian putih-putih hingga kini selalu berpergian dengan berjalan kaki tanpa kendaraan, sekalipun ke Jawa Timur.

Apabila, warga Baduy Dalam menggunakan kendaraan angkutan maka akan dikenaksan sanksi berat. "Kami menilai potensi wisata Baduy bisa mendunia karena keunikan itu bagi wisatawan domestik dan mancanegara," katanya.

Untuk mendongkrak pengunjung wisata Baduy, pemerintah daerah membangun infrastuktur. Pembangunan wisata Badui itu sesuai dengan nawacita pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Kami optimistis objek wisata Baduy mendunia, seperti kehidupan komunitas suku Aborigin di Australia, suku Amish di Amerika Serikat, atau suku Incha di Manchu Pichu Peru," katanya.

Menurut dia, potensi destinasi wisata Badui memiliki nilai jual hingga mendunia karena cukup menarik untuk dijadikan bahan penelitian. Pemerintah daerah dapat mengembangkan objek wisata adat sehingga dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Kami yakin objek wisata itu bisa mendatangkan wisman," ujarnya.

Sekretaris Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Sarpin mengatakan selama ini rombongan pengunjung objek wisata Badui kebanyakan dari perguruan tinggi, sekolah, peneliti, lembaga, instansi swasta, dan pemerintah, sedangkan dari kalangan keluarga relatif kecil. "Kami yakin ke depan kunjungan wisata adat Badui meningkat, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal," kata Sarpin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement