Selasa 24 Oct 2017 14:44 WIB

Antisipasi Perizinan Obat, BPOM Libatkan KPK

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Sosisalisasi BPOM. Petugas Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sosialisasi kepada warga di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad, (22/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sosisalisasi BPOM. Petugas Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sosialisasi kepada warga di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad, (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengantisipasi korupsi di internal BPOM, khususnya terkait pemberian izin obat dan makanan. "KPK itu adalah mitra, mitra buat badan POM, untuk mengawal kami, supaya kami menjadi tetap clean governance," ujar Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (BPOM) Nurma Hidayati di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/10).

Nurma menjelaskan, selama ini tugas dari Badan POM adalah melakukan pengawasan obat dan makanan, baik dari sebelum dipasarkan ataupun sebelum produk itu beredar hingga produk itu berada di pasaran. "Tentunya salah satunya terkait perizinan, bagaimana perizinan ini tetap sesuai dengan kaidah-kaidah pemerintahan yang bersih, akuntabel. Nah inilah yang diantisipasi untuk ke depannya tetap seperti itu," tuturnya.

Masih dalam kesempatan yang sama Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Maura Linda Sitanggang mengatakan, kerja sama yang dilakukan kali ini merupakan pencegahan dari hasil Litbang, Penelitian dan Pengembangan KPK, khususnya dalam JKN (jaminan kesehatan nasional). "Dan salah satunya itu, tata kelola obat publik, kemudian perizinan dan pengawasan obat. Jadi ini sudah menjadi rencana yang untuk perbaikan-perbaikan ke depan," kata Maura.

Sementara, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyampaikan, kajian tentang pengawasan obat dan makanan pernah dilakukan KPK melalui hasil kajian. Seperti pembatasan peredaran obat juga tentang bagaimana supaya tidak ada duplikasi yang sama. "Contohnya paracetamol ada 139 merek, ada juga temuan dengan komposisi yang sama, harganya bisa dua sampai 80 kali lipat," kata Basaria.

Selain itu, sambung Basaria, sampai saat ini masih diperlukan perbaikan regulasi soal kewenangan BPOM dalam melakukan pengawasan. Seperti, pengawasan terhadap obat dan makanan yang telah beredar. "Ada temuan yang didapat oleh BPOM, kemudian diinformasikan ke Pemda, tapi pelaksanaannya hanya sekitar 23 persen yang ditindaklanjuti," ucapnya.

KPK pun menyarankan agar BPOM memiliki unit monitoring di daerah, agar tindak lanjut temuan bisa dievaluasi secara bertahap. Basaria mengatakan, temuan atau kesalahan harus diberikan tindakan atau sanksi yang tegas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement