Selasa 24 Oct 2017 10:49 WIB

PAN, PKS, Gerindra Tolak Perppu Ormas

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sesaat sesaat sebelum rapat pengambilan tingkat I pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (23/10).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sesaat sesaat sebelum rapat pengambilan tingkat I pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR menggelar rapat kerja dengan pemerintah membahas pandangan akhir fraksi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/10), sikap fraksi tetap terbelah menyikapi beleid tersebut.

Kendati begitu, hasil pandangan akhir fraksi akan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPR yang rencananya akan digelar pada Selasa (24/10). "Jadi, besok (hari ini—Red) tanggal 24 akan diadakan paripurna untuk pengambilan keputusan tentang Perppu Ormas yang sudah dibahas di Komisi II DPR," ujar Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali.

Berdasarkan pandangan akhir fraksi, dapat disimpulkan terdapat tiga sikap, yaitu mendukung Perppu Ormas disahkan menjadi UU, menerima Perppu Ormas dengan catatan, dan menolak Perppu Ormas. Fraksi-fraksi pendukung pemerintah, yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, dan Hanura, masih solid mendukung Perppu Ormas disahkan menjadi UU.

"Perppu dikeluarkan semata-mata untuk melindungi masyarakat sehingga perlu dilakukan langkah yang tegas. PDIP menyatakan sikap menyetujui perppu itu dilanjutkan ke paripurna untuk disahkan menjadi UU," ujar Juru Bicara Fraksi PDIP Komarudin Watubun.

Namun, tidak demikian halnya dengan fraksi-fraksi pendukung pemerintah lainnya, seperti PKB, PPP, dan PAN. PKB dan PPP diketahui memang ikut menerima dan mendukung Perppu Ormas menjadi UU, tetapi dengan catatan.

Baca Juga: PPP Terima Perppu Ormas dengan Catatan

PKB, melalui juru bicara fraksi Yaqut Cholil Qoumas, berharap perbaikan dilakukan jika Perppu Ormas disahkan menjadi UU. Begitu halnya dengan Fraksi PPP melalui juru bicara fraksi Firmansyah Mardanoes. PPP menilai banyak kelemahan dari poin-poin di dalam Perppu Ormas. Namun, demi menjaga stabilitas, PPP menerima Perppu Ormas menjadi UU dengan sejumlah catatan.

Firmansyah menjelaskan, DPR bisa menggunakan hak legislasi untuk mengajukan revisi setelah Perppu Ormas disahkan dan dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional prioritas pada 2017. Kedua, pemerintah harus lebih cermat dalam perbaikan UU agar tidak menimbulkan persoalan baru.

"Pembahasan bisa secara musyawarah. Jika tidak bisa maka bisa dilakukan dengan mekanisme lainnya yang diatur dalam tatib DPR," kata Firmansyah.

Bersama dengan PKB dan PPP, Partai Demokrat juga menerima Perppu Ormas dengan catatan. Juru Bicara Fraksi Demokrat Muhammad Afzal Mahfuz menilai beberapa pasal di Perppu Ormas perlu dikaji secara mendalam dan perlu perbaikan.

"Rekomendasi, Partai Demokrat menyetujui. Jika pemerintah tidak mau revisi terbatas maka dengan berat hati (Demokrat) menolak Perppu tersebut," kata Afzal.

Kelompok fraksi yang menolak Perppu Ormas disahkan menjadi UU yakni PAN, PKS, dan Partai Gerindra. PAN menjadi satu-satunya partai pendukung pemerintah yang menolak Perppu Ormas disahkan menjadi UU.

Fraksi PAN dalam pertimbangannya melalui juru bicara fraksi Yandri Susanto mengatakan, tidak ada alasan yang terpenuhi untuk penerbitan Perppu Ormas, baik dari sisi kegentingan memaksa maupun lainnya. Bahkan, fraksinya menilai Perppu Ormas dapat mengancam demokrasi dan hukum di Tanah Air.

"Sikap PAN sama dengan ormas lainnya. PAN menolak perppu menjadi UU," ujar Yandri.

Dua fraksi partai oposisi, yakni PKS dan Gerindra, konsisten menolak Perppu Ormas disahkan menjadi UU. Juru Bicara Fraksi PKS, Sutriyono, mengatakan, penolakan PKS didasarkan pada alasan tidak ada kekosongan hukum untuk menerbitkan Perppu Ormas.

Kedua, lanjut Sutriyono, dalam Perppu Ormas juga terdapat ambiguitas yang rawan ditafsirkan secara sepihak serta adanya pasal karet seperti norma larangan untuk menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organsasi.

Ketiga, PKS khawatir penghilangan peran pengadilan akan memunculkan otoritarianisme. Keempat, perppu memuat sanksi pidana yang bisa disalahgunakan untuk kriminalisasi. "Berdasarkan pandangan di atas, PKS menyatakan tidak setuju Perppu Ormas diterapkan menjadi UU. Diambil dengan kajian yang matang dan mendengar pandangan dari berbagai ormas," katanya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyanggupi permintaan sejumlah fraksi untuk merevisi poin-poin dalam Perppu Ormas jika sudah disahkan menjadi UU. "Siap. Apakah itu inisiatif pemerintah atau DPR, kami terbuka," ujarnya.

Namun, Tjahjo mengungkapkan, kesanggupan pemerintah bersedia merevisi sepanjang poin perbaikan tidak menyangkut prinsip di Perppu Ormas. Seperti terkait Pancasila dan UUD 1945. "Kalau masalah orang berserikat, orang berkelompok, sudah diatur oleh konstitusi, prinsip harus memegang teguh Pancasila. Final, tidak boleh ada agenda-agenda lain," katanya.

Selain itu, pemerintah juga terbuka terkait adanya proses hukum. "Soal ada proses hukum, terbuka pemerintah. Mau lewat PTUN-kah, pengadilankah, mau lewat MK, pada prinsipnya pemerintah terbuka untuk revisi," ujar Tjahjo.

Patuhi hukum

Pemerintah menerbitkan Perppu Ormas pada 13 Juli 2017. Setelah itu, sejumlah organisasi massa Islam yang diinisiasi Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan gugatan ke MK melalui kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra.

Setelah itu, serangkaian proses terkait perppu pun bergulir di DPR meski penolakan disampaikan sejumlah kalangan, termasuk di dalamnya ribuan massa aksi 299 yang digelar pada 29 September 2017 lalu.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto meminta publik mematuhi proses hukum mengenai Perppu Ormas. Sebab, Perppu Ormas sudah masuk ke proses hukum sehingga publik tinggal menunggu hasil proses tersebut.

"Maka, ya, kita tenang saja, sambil menunggu proses itu berlangsung. //Enggak usah// intervensi fisik, opini media, dan sebagainya, biarkan hukum menyelesaikan," ujar Wiranto seusai menghadiri Rakornas Persiapan Pilkada 2018 di Jakarta, Senin.

Wiranto melanjutkan, proses hukum itu berlangsung di DPR dan MK. DPR bersiap menggelar paripurna terkait Perppu Ormas, sedangkan sidang lanjutan gugatan perppu di MK telah memasuki agenda mendengarkan argumentasi pemerintah.

(Editor: Muhammad Iqbal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement