Ahad 22 Oct 2017 12:06 WIB

Masjid Al Mansur di Tambora Berusia Tiga Abad Hari Ini

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bayu Hermawan
Empat soko guru atau tiang utama yang menjadi salah satu ciri khas Masjid Al Mansur
Foto: Rahma Sulistya
Empat soko guru atau tiang utama yang menjadi salah satu ciri khas Masjid Al Mansur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Al Mansur yang berada di kawasan Tambora, Jakarta Barat, genap berusia tiga abad atau 300 tahun pada hari Ahad (22/10) ini. Masjid yang masih berdiri kokoh itu telah mengalami berbagai perubahan pada bangunan maupun lingkungan sekitar.

Ketua Panitia Milad 300 tahun Masjid Al Mansur dan Haul ke-50 KH Muhammad Mansur, Hayatuddin Mansur mengungkapkanperingatan ini menjadi refleksi untuk meningkatkan perhatian pada upaya menjaga kelestarian masjid.

"Masyarakat sekitar Masjid Al Mansur juga harus meningkatkan fungsi masjid untuk membangun akhlak umat. Penting juga meneladani dan mengamalkan ilmu para ulama seperti Guru Mansur," ujarnya saat ditemui Republika di Masjid Jami Al Mansur, Tambora, Jakarta Barat, Ahad (22/10) pagi.

Masjid Jami Al Mansur merupakan salah satu benda cagar budaya berdasarkan SK Mendikbud tahun 1988. Masjid ini terletak di Jalan Sawah Lio, Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

Kecamatan Tambora merupakan kecamatan terpadat se-Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Kini wilayah Jembatan Lima, lokasi Masjid Al Mansur, merupakan potret warga Jakarta dan miniatur dari Indonesia yang heterogen dan majemuk.

Salah satu masjid tua di Jakarta ini, dulunya bernama Masjid Jami Kampung Sawah, dan pada awalnya wilayah Kelurahan Jembatan Lima dihuni orang dari Bima, Sumbawa, karena itu nama Jembatan Lima mungkin salah kaprah dengan Bima.

Pada satu peta abad ke-19, kampung ini disebut Sawah Masjid. Didirikan pada abad ke-18, tepatnya tahun 1130 Hijriyah (1717 Masehi), ruang utama Masjid Al Mansur yang sekaligus bangunan tertua, memiliki luas 12x14,40 meter.

Unsur yang mencolok dari masjid adalah empat sokoguru yang kokoh dan tampak kekar di tengahnya. Bagian bawah tiang-tiang ini bersegi delapan dan diatasnya terdapat pelipit penyangga, pelipit genta serta rata. Batang utama (di bagian tengah) berbentuk bulat dan dihiasi pelipit juga. Bagian teratas berbentuk persegi empat dan dibatasi pelipit.

Pada ketinggian setengah diantara keempat sokoguru terdapat balok-balok kayu untuk menopang kedua tangga yang menuju ke loteng. Di atas balok-balok selebar 55 sentimeter itu, di sisi kanan dan kiri dipasang pagar setinggi 80 sentimeter. Pola pagar ini berbentuk belah ketupat. Konstruksinya dan bentuk sokoguru bergaya barat.

Atap Masjid Al Mansur tumpang tiga berbentuk limasan. Menara, yang terletak di ruang baru di depan masjid lama, berbentuk silinder setinggi 12 meter. Pada bagian keempat dan kelima dari menara itu terdapat teras yang berpagar besi. Atap menara berbentuk kubah.

Masjid ini mempunyai peranan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda dan Jepang di bawah Pimpinan KH Muhammad Mansur. Pada 1947-1948 masjid dikepung dan ditembaki serdadu NICA, saat itu KH Muhammad Mansur digiring ke Hoof Bereau karena telah berani mengibarkan bendera merah putih di menara masjid.

Karena keberaniannya, setelah KH Muhammad Mansur meninggal pada 12 Mei 1967, masjid diberi nama Masjid Jami Al Mansur. Saat ini, masjid memerlukan perhatian banyak pihak, karena sering kebanjiran ketika musim hujan. Terakhir pada 21-22 Februari 2017, masjid terendam banjir setinggi 60 sentimeter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement